1 Agu 2015

Perjalanan ke Selayar Part 2 : Tentang Feri dan Penderitaan

Tulisan ini lanjutan dari tulisan sebelumnya dengan judul "Perjalanan ke Selayar Part 1: Keindahan Tanah Bugis".

***

Air laut di pelabuhan Bira biru jernih. Laut bisa terlihat begitu biru karena kedalamannya. Semakin laut dangkal dan berpasir, semakin pudar pulalah birunya laut. Begitupula sebaliknya, semakin dalam laut semakin biru terlihat permukaannya. Itu kata orang-orang ketika saya tanya kenapa laut di pelabuhan Bira dan Selayar sangat biru. Kabarnya pelabuhan Bira dibuat dengan cara menimbun laut, pantas saja setelah daratan tidak ada pasir diantaranya, tiba-tiba saja kita dihadapkan dengan laut yang dalam. Tapi ini menimbulkan efek biru indah dipelabuhan ini. Suka sekali dengan birunya.



Pelabuhan-bira-beach
Serba Biru




Pelabuhan Bira-Beach
***
 
Saya bahas sedikit tentang harga karcis untuk menyebrang ke Selayar. Harga karcis relatif murah, harga untuk penumpang perorangan akan lebih murah dibandingkan sepeda motor, sepeda motor lebih murah dibandingkan dengan mobil. Sayang sekali karena padatnya penumpang dan rempongnya mengurus 2 anak yang semakin lincah melihat suasana baru, saya tidak sempat mengambil gambar harga tiket di loket pembayaran. Untuk mobil dipatok tarif yang berbeda, tergantung ukuran mobilnya, karena mobil kami berukuran mini, tiket yang kami bayar Rp. 480.000 ditambah ongkos tiket masuk pelabuhan Rp.10.000. Harga itu sudah termasuk berapapun penumpang didalamnya (sepertinya begitu). Biasanya jika ke Selayar menggunakan bus dari Makassar, tiket kapal yang dibayar penumpang sudah include di harga tiket busnya. Jika tidak terlalu masalah dengan harga, sebaiknya naik pesawat saja. Dengan naik pesawat perjalanan lebih nyaman (baca disini) dan akan terhindar dengan kesusahan-kesusahan seperti cerita saya dibawah ini.
 
Jika ditanya apa yang paling susah jika mudik, one hundred percent semua akan bilang antriannya, disemua aspek kamu akan antri, mulai dari masuk kepelabuhan, bayar karcis, numpang pipis di wc, masuk feri, semuanya harus antri, tapi bukan antri rapi, jika definisi antri adalah berbaris rapi, maka menunggu giliran saat mudik bukanlah antri.
 
Bagian tersulit kedua setelah antri adalah memasukkan mobil kedalam feri, mobil harus dimasukkan mundur. Sebenarnya mudah saja seandainya feri tidak sesak, tapi yang biasanya terjadi feri memang selalu sesak, dan selalu melebihi kapasitas. Ditambah lagi petugas yang bertugas mengatur kendaraan galak-galak, mereka memberikan instruksi dengan nada marah dan wajah serem,membuat orang yang mudah kikuk semakin kikuk saja.
 
Setelah memarkir mobil, para penumpang harus segera mengambil tempat duduk dilantai 2 dan 3, telat sedikit saja, bisa dipastikan akan duduk diatas tikar dus bekas aqua yang digelar dilantai. Disini budaya egois begitu kental terasa, penumpang yang pertama naik akan dengan santai berbaring pada 3 kursi yang seharusnya dipakai duduk saja. Mereka akan berpura-pura tidur ditengah penumpang lain yang kebingungan mencari tempat duduk. Tahun ini kami menumpangi feri yang beda dari tahun-tahun sebelumnya, feri kali ini dilengkapi dengan ranjang berlantai dua yang terbuat dari kayu, nama ferinya KM Kormomolin. Budaya egois lebih kental lagi terlihat disini, sebuah keluarga akan segera menempati satu ranjang dan menyimpan barang-barangnya diranjang itu, mereka lebih mementingkan helmnya duduk manis diranjang daripada membiarkan sesama penumpang duduk disampingnya. Beberapa bule hilir mudik didepan saya. Tiba-tiba terbersit malu, apa kata mereka tentang Indonesia sebagi bangsa yg terkenal keramahtamahan dan rasa kekeluargaannya.
Karena kami memutuskan berangkat ke Selayar setelah sholat id, harapan kami, kami tidak akan mendapatkan hiruk pikuk mudik seperti tahun-tahun sebelumnya diferi. Yang terjadi adalah kami ketinggalan Feri pertama yang kata petugasnya full, setelah menunggu feri kedua di pelabuhan selama 3 jam, kami akhirnya bisa masuk feri. Tapi sungguh sayang penderitaan masih menyukai kami dititik ini, kami harus lagi menunggu bus dari Makassar tiba agar PT. ASDP tidak merugi karena mengangkut penumpang yang jumlahnya masih sedikit. Sekitar 3 jam kami di Feri, sebenarnya akan enteng saja jika saya seperti penumpang biasa, yang tidak biasa adalah di feri saya dan Pap Nay harus mengawasi Naylah dan Adik Ayyan yang lincah luar biasa. Bawaan adik mau naik turun tangga, Naylah manjat-manjat setiap saat. Sungguh menguras tenaga. Keadaan akan menjadi lebih tenang setelah mereka berdua tidur saja.

Kesulitan-feri-selayar
Dikira feri taman bermain
Akhirnya feri berangkat juga, ombak kencang menerpa dari awal sampai akhir perjalanan, belum setengah jam perjalanan, orang sudah mulai ramai mabok laut, terdengar orang muntah dimana-mana, anak-anak kecil mulai menangis bersahutan. Untungnya saya mendapatkan tempat berbaring yang akhirnya menjadi sangat sempit setelah dibagi dengan suami istri yang gemuk. Dengan kencangnya ombak yang menemani perjalanan kami, bisa dipastikan sayapun akan muntah seandainya tidak berbaring dan berusaha tidak peduli dengan suara orang muntah dan bau muntah mereka. Untungnya lagi Naylah dan adiknya tidur sepanjang perjalanan, saya bisa berbaring dengan tenang.
 
Perjalanan menyiksa itu berakhir 2 jam kemudian, sirine kapal mulai melengking, menandakan kami sudah mendekati daratan. Kami semua lega akhirnya bisa selamat mencapai tujuan. Kami meninggalkan feri dengan memperhatikan langkah kaki dengan seksama, menjauhi bekas muntah yang berserakan dilantai kapal.
 
Parepare, 01 08 2015
Nur Islah
 
Note :
Tips persiapan sebelum berangkat:
  • Bawa cemilan yang cukup untuk menemani perjalanan karena makanan dan minuman dikapal terbilang mahal, hindari minum soda, dan bawa serta obat-obatan
  • Pastikan anak memakai pelindung dari angin laut, seperti jaket, kaos kaki, kupluk/topi - Untuk menghindari mabuk laut, usahakan berbaring dengan tenang
  • Sebelum berangkat, kepoinlah FB dan Twitter ASDP untuk memantau besarnya ombak dan jadwal kapal
  • Jika berangkat dengan ombak yang kencang, berdoalah dulu dan sungkeman sama keluarga yang ditinggalkan XD

4 komentar:

  1. jadi inget pas saya naik ferri ke bali nih mak, untungnya waktu itu gak terlalu rame-rame amat, jadinya gaada kejadian deh eheheh.. :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. naik Ferri dari mana ke Bali Mak? makasih ya sudah mampir

      Hapus
  2. Mana cerita waktu di Selayar bu?

    BalasHapus

Ada palekko ada kanse
Disantap dengan sambal cobek tumis
Leave any comment please
Yang penting tidak bikin penulis meringis