31 Des 2019

Pengalaman Menyunat Anak di Usia 6 Tahun


Ujian semester telah berakhir, rapor anak-anak sudah diambil. Liburan telah tiba, saya bingung mau mengajak mereka kemana. Membawa anak-anak jalan jauh, kondisi tidak memungkinkan, karena saya sedang hamil. Di saat memikirkan rencana liburan, tiba-tiba saya melihat status WhatsApp teman yang mengabarkan anaknya sedang disunat.

Muncullah ide ini, menyunat Adek Rayyan!

Adek masih berumur 6 tahun 6 bulan. Perawakannya kecil, tidak tinggi, dan kurus. Tak heran jika dia termasuk terkecil di sekolah. Ketika saya menawarkan sunat padanya, tanpa berpikir panjang, Adek langsung mengiyakan. Adek percaya mitos bahwa anak yang sudah disunat akan tumbuh lebih besar dan tinggi. Semoga ya, mitos itu benar adanya dan terjadi pada Adek.

Singkat cerita, teman saya kemudian memberikan nomer telepon orang yang menyunat anaknya. Menurut teman saya, yang bersangkutan bukan dokter, melainkan seorang perawat yang bertugas di  kamar operasi. Selain itu beliau sudah berpengalaman melakukan tindakan khitan sejak tahun 1993. Karena belum yakin betul dengan informasi teman tersebut, saya bertanya kepada tetangga yang kebetulan juga merupakan petugas medis. Dan alhamdulillah keterangan tetangga menguatkan bahwa memang benar informasi teman saya, beliau sudah berpengalaman mengkhitan pasien.

Ahad tgl 29 Desember 2019, merupakan hari yang kami sepakati bersama dengan tukang sunatnya, sebutlah namanya Pak Fattah (saya tidak berani mencantumkan nama sebenarnya, karena belum meminta isin pada ybs). Pak Fattah berkata tak perlu menyiapkan apa-apa, hanya ongkos kerja sejumlah Rp.400.000. Harga ini sudah termasuk obat-obatan dan biaya kunjungan kedua saat lepas perban.

Pada hari H, pagi-pagi saya ditemani Pap Nay membeli dua ekor ayam kampung dan bumbu pelengkapnya di Pasar Lakessi. Rencananya kami akan membuat ayam nasulekku untuk dimakan bersama di hari besar Adek Ayyan. 

Sepagian Adek Rayyan kelihatan senang akan disunat, sampai kakaknya mengatakan "kenapa Adek tidak sabar mau disunat?" Mungkin kakak heran, dimana-mana anak-anak takut disunat, ini malah sebaliknya.

Ba'da azar Pak Fattah datang ke rumah. Tanpa banyak berbasa-basi, Pak Fattah langsung menyiapkan alat-alatnya, dan menyuruh Adek berbaring di atas ranjang.

Adek mulai kelihatan nerveous. Tapi sebelumnya saya sudah berjanji akan selalu di dekatnya, dan menggenggam tangannya.

Nerveousnya Adek Ayyan sangat normal, tidak berontak, tidak menangis keras menolak. Tapi menyampaikan ketakutan-ketakutan dengan wajah kecut. Tak henti-henti Pak Fattah membesarkan semangat Adek dengan mengatakan kalimat-kalimat penyemangat bahwa Adek adalah anak terkecil yang paling berani yang pernah dia temui selama berkecimpung di dunia persunatan. Pak Fattah juga cerita kalau dia pernah menyunat anak SMA yang sangat ketakutan.

Pak Fattah bergerak cepat, sarung Adek disingkap, dan mulai menyuntikkan obat di "objek" operasinya. Adek berteriak kencang dan menangis keras, kakinya dia tekuk. Pak Fattah membujuk Adek agar meluruskannya, karena menyulitkan beliau untuk memberikan suntikan bius susulan. Selanjutnya Adek tetap menangis dengan suara maksimal ketika jarum suntik ditusukkan pada alat vitalnya. 

"Kenapa 3 kali, saya kira cuma 1 kali..tadi bilang disuntik cuma 1 kali??" protes Adek disela tangisnya.

"iya, satu kali untuk yang pertama" kata Pak Fattah

Alamakkk...sabar ya dek.

"Bagaimana masih sakit?" tanya Pak Fattah

"Diapakan burungku?" tanya Adek

"Cuma dicubit-cubit pakai tangan, masih sakit?"

Adek menggeleng, berarti obat bius sudah bekerja.

Saya tak sanggup melihat prosesnya, saya mendekatkan wajah di mata Adek, kami saling bertatap-tatapan sangat dekat sambil ngobrol. Ini saya lakukan untuk memberikan semangat kepada Adek, juga supaya Adek terhalang melihat keseluruhan prosesnya.

"Mau diapakan itu gunting?"

"kenapa ada gunting?"

Beberapa kali Adek bertanya khawatir. Jadi sebaiknya memang pandangannya dihalangi supaya bisa relaks.

Baca juga Sport Jantung, Adek dijahit lagi

Adek dituntun membaca syahadat dan istigfar, dia mau mengikuti walaupun dengan suara meringis. Tidak lama kemudian Adek mulai santai dan bisa ketawa. Pak Fattah sudah sampai diproses menjahit. Saya sampai lupa menanyakan jahitannya berapa, saya terka lebih dari satu.

Tidak lama kemudian, selesailah seluruh rangkaian pekerjaan Pak Fattah. Sebelum pulang dia menitip dua jenis obat (antibiotik dan anti nyeri) untuk diminum oleh Adek dengan dosis 1/2 x 3. Obat disarankan diminum segera setelah Pak Fattah pulang.  Oh ya beliau juga berpesan bahwa di hari pertama ini, Adek jangan banyak bergerak dulu, boleh meninggalkan tempat tidur kalau mau kencing saja. Sebenarnya kami menghidangkan ayam nasulikku untuk Pak Fattah, tapi hanya diicip sedikit sama beliau karena sudah kenyang.

Kebetulan Ucci membawa ayam KFC pulang ke rumah, Adek membagi dua ayam tersebut dengan kakak. Alangkah lahapnya Adek makan, sampai nambah nasi lagi satu piring. Sesudah itu dia tertidur sampai menjelang isya.

Saya baru saja selesai sholat ketika mendengar Adek menjerit. Buru-buru saya dan Pap Nay menghampiri. Adek menangis mengeluhkan "burung"nya sakit. Rupanya pengaruh obat bius dan obat yang dia minum tadi sudah hilang. Tangisannya keras, bibirnya sampai gemetar. Saya kaget luar biasa. Berpikir telah keliru mengkhitan Adek di usia sangat dini. Mungkin ini keputusan yang salah, karena membuat anak menahan sakit sampai gemetaran begitu.

Segera saya menelpon Pak Fattah. Beliau minta agar Adek segera dikasih minum tablet anti nyerinya satu biji. Adek mengangguk dengan cepat ketika saya tawari. Sambil menunggu obatnya bereaksi, saya latih Adek mengambil nafas panjang lewat hidung dan membuangnya lewat mulut.  Tak lama kemudian obatnya bekerja, Adek tertidur lagi.

Sampai pukul 01.00 malam saya menjaga Adek, 2-3 kali dia terbangun sebentar mengeluhkan sakit, tapi tidak separah tadi. hanya sakit sedikit katanya. Adek mulai ahli mengambil dan membuang nafas yang baik. Selalu berhasil mengurangi sakit kata dia. Saya ngantuk tiada terkira, shift jaga diambil alih Pap Nay. Yang sebenarnya dia hanya pindah tidur di samping anaknya, mereka berdua tidur pulas sampai pagi.

Keesokan harinya, Adek bangun dengan segar. Dia hanya mengeluh sakit kalau lukanya tidak sengaja tersentuh kain atau tangan. Alhamdulillah makan dan minum seperti biasa. Hanya saja dia takut pipis, nanti setelah dibujuk baru dia mau digendong ke WC. Air kencingnya sangat banyak, karena tertampung sejak kemarin sore.

Pak Fattah dua kali mengirim pesan, menanyakan kabar Adek, saya kabarkan apa adanya bahwa Adek sudah tidak mengeluhkan sakit separah kemarin.

Di hari kedua ini, Adek minta "burungnya" angin-anginkan setiap saat. Saya pasang kipas angin di dekatnya, kadang kala juga dia kipas sendiri pakai kertas tebal.  Dia juga tidak mau pakai sarung sama sekali. Untung disunat saat masih kecil, kalau sudah besar kan malu sendiri :D

Adek bilang dia tidak menyangka kalau sakitnya begitu. Apalagi pas disuntik kata dia. Sakitnya luar biasa. Saya tanya lagi, rasanya seperti apa. Adek menerawang, mencari kalimat yang tepat, lalu kembali memandangku dan mengatakan tidak bisa menceritakan rasanya.

Sekarang sudah hari ketiga. Adek sudah bolak-balik ke ruang TV dan kamar sambil membawa kertas kipasnya. Aktivitasnya seputar dua ruangan itu saja, kalau bosan nonton, dia baca buku, juga sekali-kali saya kasih HP untuk main game. Oh ya, dia juga menagih hadiah khitanan, saya persilahkan dia memilih di Bukalapak. Adek mengincar mobil remote. Setelah dipilih, tugas bapaknya yang memesan :p.

Di hari ketiga ini, Pak Fattah datang lagi untuk melepas perban Adek.  Adek menangis kesakitan. Sejak lepas perban, Adek mengeluhkan bagian bawah alat vitalnya sakit, kemungkinan lecet. Malam ini dia tidur tidak senyenyak kemarin. Semoga besok dan seterusnya Adek mampu melewati masa penyembuhan.

Itu sedikit cerita pengalaman menyunat anak saya di usia 6 tahun 6 bulan. Banyak yang heran, kok terlalu cepat dikhitan. Saya menjawab karena anaknya yang mau. Tentu beda cerita kalau Adek tidak siap dan takut. Kami sebagai orang tua juga tentu tidak akan memaksa.

Selamat ya Adek Rayyan, you did it!






29 Des 2019

Perjalanan ke Bogor: Sungguh Singkat dan Melelahkan

Pernahkah kamu mengalami perjalanan singkat dan melelahkan?
Saya mengalaminya baru-baru ini, yakni perjalanan ke Bogor hanya dalam waktu dua hari! ini bukan keberangkatan saja ya, tapi pulang pergi.

Rute perjalanan saya begini:

Tgl 22 Desember 2019:
Parepare-Makassar : 3 jam
Makassar - Jakarta : 2 jam
Jakarta- Bogor        : 3 jam

Tgl 23 Desember 2019:
Bogor - Jakarta      : 2 jam
Jakarta - Makassar : 2 jam

Itu belum termasuk waktu antri dan menunggu di bandara lho.
Dan hebatnya lagi, saya dalam kondisi hamil 13 pekan :(  
whuuaaa kebayang kan lelahnya.

Apa saja yang saya lakukan di Bogor?

Selama perjalanan dari Bandara Soekarno-Hatta ke Hotel Arch Bogor saya tertidur. Sempat beberapa kali terbangun melihat situasi. Sepanjang mata memandang ke depan, hanya deretan kendaraan yang lajunya lambat. Maklum, kami ke Bogor di akhir pekan, pas pula kena liburan yang agak panjang, karena bertepatan dengan natal di awal pekan.

Hujan rintik-rintik, suhu di mobil dingin. Saya kembali tidur.  Suara teman seperjalanan asyik bercerita satu sama lain, tidak menghalangi mata ini terpejam.

Kami tiba di Hotel Arch tepat waktu. Setelah berbenah di rest room, bedakan dan memakai lipstik, kami masuk ruangan menemui panitia dan menunaikan kewajiban sebagaimana tertulis di undangan.

Kawan-kawan yang sudah berangkat sejak kemarin, rupanya menginap di sebuah wisma. Mendengar cerita mereka kalau di sekitar wisma banyak tempat makan, saya pun memutuskan tidur di sana. Lagipula walaupun tempatnya mungkin sederhana, tapi ramai-ramai selalu lebih asyik daripada sendirian di hotel mewah sekalipun, ya kan?

Sebelum ke Wisma, kami sempatkan mampir ke pusat perbelanjaan tas kulit, aduh saya lupa namanya. Muter-muter di sini, saya puyeng melihat harga tasnya gaes :D
memang ya kualitas dan harga berbanding lurus.

Baca juga Suatu Siang di Diana Water Park

Matahari hampir terbenam saat kami tiba di wisma, letaknya pas di samping cafe Doea Tjangkir di jalan Sawojajar. Bangunannya lawas, perabotnya juga demikian, tapi suasana asri. Di depan kamar terdapat tanaman hijau dan aneka bunga tumbuh subur. Beberapa bule terlihat lalu lalang di wisma ini. Mereka mengangguk ramah setiap kami bertemu.

Saya sekamar berdua dengan Nelly yang juga kelihatan lelah. Dia memesan tukang pijat via Go Massage. Saya memutuskan keluar mencari makanan. Sampai di teras, rupanya beberapa teman juga kelaparan. Kami mengisi kampung tengah di sari laut dekat wisma. Daaaan rahang dan gigi saya bekerja sangat keras, bebek goreng yang saya pesan sangaaaatttt alot. Kami tertawa bersama, betapa kacaunya makan malam ini. Butiran-butiran nasi meninggalkan piring akibat demikian hebatnya pergumulan kami dan bebek goreng tersebut. 
Bebek goreng super kuat, sudah dibantu iris pakai pisau, masih saja membuat gigi bekerja keras

Penjual buah tempat saya membeli salak Bogor

Kami kembali ke wisma, bukannya masuk kamar, malah tinggal berjam-jam di teras ngobrol sambil ngemil buah. Oh ya, buah di Bogor manis-manis ya, salaknya apalagi. Tadi, rombongan kami singgah beli manggis, mangga dan salak yang kebetulan bersebelahan dengan warung tempat kami makan.

Tak terasa berjam-jam kami ngobrol, rasa lelah yang tadi sempat menghilang datang kembali, sebuah signal bahwa kami butuh istirahat.

Rupanya, sepanjang jalan Sawojajar dijadikan pasar di pagi hari. Aneka sayuran ada di sini, buat teman-teman saya yang pecinta jengkol, ini adalah anugerah, karena harga jengkol jauh lebih murah dibandingkan di daerah kami. Mereka memborong sayur fenomenal tersebut untuk dibawa pulang. Saya yang suka buah, memilih membeli salak 10 kg sebagai oleh-oleh. 

Usai belanja di pasar, salah seorang teman mengajak ke Donatello di Jln. Raya Padjajaran. Ternyata kami datang kepagian, toko baru dibuka pukul 09.00. Ketika kami tiba, para karyawan masih berbenah, meeting pagi, sehingga beberapa saat kami belanja tanpa didampingi satupun pekerja di situ. Saya membeli dua pasang sepatu, satu buat Pap Nay, satunya lagi buat diri sendiri. 
Pilih-pilih sepatu

Eh, ternyata di depan toko Donatello, ada toko Chocomory dengan patung sapi yang melambai-lambai menyambut pengunjung. Aneka macam produk cokelat ada di sini. Awalnya saya sempat khawatir produk mereka tidak halal karena tidak ada label halal MUI di kemasan, setelah kroscek dengan pelayannya, mereka bilang punya sertifikat halal dan siap memperlihatkan kepada kami.

Kelar menemani teman-teman belanja oleh-oleh, kami naik grab ke wisma, berkemas menuju terminal bus Damri yang letaknya dekat Botani Square untuk berangkat ke Bandara Soekarno Hatta. Makan siang pun hanya sempat di terminal, itupun setengah batagornya saya bungkus karena tidak mampu saya habiskan sekaligus. Tarif bus ke bandara Rp.75.000/orang, dibandingkan ongkos Grab yang mencapai setengah juta rupiah, naik bus lebih ramah di kantong.

Demikianlah, perjalanan saya ke Bogor dengan durasi dua hari pulang pergi. Tiba di rumah, badan terasa mau remuk, punggung kaku...pokoknya mendadak payah. Setelah dipijat Asma, barulah terasa mendingan.

Kapokkah ke Bogor? tentu tidak, semakin pengen pergi suatu saat dengan waktu yang lebih santai dan longgar.


17 Des 2019

Perkembangan Kakak Naylah (9y,9m)

Tiga bulan lagi, insya Allah Kakak Naylah berumur 10 tahun. Sudah besar anak gadis mama, telapak kakinya panjang (ukuran sepatu sudah 34), tinggi badan sudah mencapai pundak mamanya. Raut wajahnya ketika balita masih bertahan, manis dan cantik. Bedanya hanya satu, dulu dia periang dan mudah tersenyum, sekarang menjadi lebih serius. Oh iya, kulitnya menjadi lebih gelap.

Di usia yang sekarang, kakak mengalami banyak perkembangan. Ini di antaranya:

Serius

Anak gadis mama menjadi pribadi yang serius. Serius dalam arti sebenarnya. Dia serius mengerjakan PR, serius mematuhi perintah gurunya, serius dengan pelajaran sekolahnya, pokoknya serius :D

Ilustrasinya begini:
Senin pagi mendapatkan PR di sekolah, dia akan berusaha mengerjakannya di senin malam. 
Misalnya dia disuruh membawa perlengkapan untuk membuat prakarya di sekolah, dia akan gelisah kalau perlengkapan tersebut masih kurang, padahal besok belum dikumpul.

Yang saya suka, Kakak hampir tak pernah disuruh belajar. Dia menyelesaikan PR, mengulang hapalan atas inisiatif sendiri. 

Rajin membaca

Saya lupa kapan mulainya. Kakak Naylah sangat rajin membaca. Naylah identik dengan buku, kemana pun dia pergi, buku selalu ada di tangannya. Dia duduk di pojokan, di ranjang atau di kursi, membaca tanpa suara.  Kadang kakak menunjukkan halaman bukunya padaku jika ada yang menarik hatinya.

Kakak Naylah menyukai buku sains, kisah-kisah, dongeng. Dia juga menyukai buku-buku matematika yang dikemas dalam bentuk komik.

Tulisan lebih bagus

Sering membaca dan kemampuan menulis memang biasanya berbanding lurus. Tulisan kakak lebih bagus dibandingkan 1-2 tahun yang lalu. Dia sering menulis di buku diari, di blog pribadi, atau sekedar coret-coret di kertas. Kakak pernah berkomitmen membuat buku di umur 10 tahun. Semoga dia tidak lupa.

Baca tulisan Naylah di Selalu dibully

Tertarik dengan pekerjaan rumah tangga

Kakak sebenarnya suka mengerjakan pekerjaan rumah tangga, seperti merapikan rumah, memasak, cuci piring. Tapi dia kesal kalau melihat Adeknya hanya bermain tidak membantu :D
Saya perhatikan, kakak sangat suka memasak. Dia terlihat bersemangat jika dipercayakan berkreasi di dapur, apalagi kalau itu menu baru, dia dengan senang membantu.
Membuat telur dadar adalah salah satu keahlian kakak. Kadangkala, setiba di rumah, saya melihat kakak Adek sudah menyantap bersama telur dadar buatannya.

Mami yang baru pertama melihat kakak bisa masak sampai takjub "Lihat anakmu, dia urus sendiri dirinya!"

Menjadi kesayangan Bapaknya

Sepertinya tidak relevan dengan judul ya hehehe.
Tapi penting untuk dicatat. Sepertinya si Bapak takut anak perempuannya cepat menjadi gadis hahaha.
Tiap hari dipeluk, disayang-sayang. Dia khawatir tidak lama lagi Kakak Naylah tidak mau dipeluk lagi.

Agak kompetitif

Suatu hari dia bilang begini

"Ma, saya mau pindah pelajaran eskul"
"kenapa?"
"Masa temanku yang eskul tahfidz bisa hapal Surah yasin, saya yang eskul panahan tidak bisa?!"

Dia juga mulai menghapal juz 29 atas keinginan sendiri, gara-gara merasa ketinggalan temannya yang ikut eskul tahfidz

Mandiri di pagi hari

Kalau emak-emak lain mengeluh rusuhnya menghadapi anak berangkat sekolah. Sayalah ibu yang agak santai. Membangunkan Kakak Naylah sangat mudah. Telinganya ringan, dipanggil dua-tiga kali, biasanya terjaga. Langkah selanjutnya, dudukkan dia, sambil diusap-usap kepala atau punggungnya. Dia akan segera bangkit, whudu, sholat, mandi, pakai baju, dan sarapan.
Bahkan kadang-kadang dia membuat telur dadar sendiri untuk dimakan bersama adeknya.
Dia juga menyiapkan botol minum untuk dia dan adeknya. ihhh....kakak memang top markotop!

Bisa menggambar

Kakak Naylah pandai menggambar. Kadang dia tiru, kadang pula atas kreasi sendiri. Saya suka melihat gambarnya. Di usia Naylah sampai sekarang, karya mamanya tak kan sebagus punya Kakak Naylah.


Bercita-cita jadi dokter

Cita-cita kakak mulai awet. Tidak berubah-ubah. Konsisten mau jadi dokter kalau sudah dewasa. Semoga ya...tolong doanya om dan tante, supaya kelak apa yang dicita-citakan kakak Naylah tercapai.

Hmm... cukup ini dulu, selebihnya akan saya update kalau teringat.
Secara keseluruhan, saya mengsyukuri perkembangan Kakak Naylah, PR kami masih banyak. Yang paling utama adalah pendalaman tauhid dan adab.  Kakak masih kurang banyak di sini.



16 Des 2019

Menulislah


Semakin umur menua, semakin besar anak-anak.
Andaikan usia tidak mengalahkan memori di kepala, rasanya tak perlulah segala hal kutumpahkan di blog ini. Rupanya tidak. Beberapa hal yang dulu saya yakin tak akan pernah terlupa, sekarang sulit dikais-kais. Otak sudah mulai lelah rupanya, syaraf-syaraf ingatan sulit diurai dan diluruskan. Inilah sebabnya tak mengapa, blog ini kembali ke fungsinya semula, diary online yang merekam kehidupan kami. 

Beberapa menit yang lalu saya membuka-buka artikel lama di blog ini. Saya membaca perkembangan Adek Rayyan di usia 1 tahun 9 bulan. Saya senyum-senyum sendiri. Dulu saya mencatat dengan detail perkembangan Adek di usia itu. Bahwa Adek sudah ahli melompat tanpa jatuh, mengenali angka 1-10, sudah pandai pipis sendiri, dan sebagainya. Lalu, saya merasa bersyukur "Ah, untung saya menulis saat itu." Andaikan tidak tayang di blog ini, hal-hal sederhana yang dulu begitu istimewa, pasti akan terhapus dalam ingatan kami sekarang.
Sekarang usia Naylah sudah hampir 10 tahun, Adek 6 bulan lagi berumur 7 tahun. Alangkah banyak jeda waktu yang saya lewatkan, tidak saya jejakkan di blog ini. Karena apa? karena kemalasan yang dilabeli alasan sibuk :(

Padahal banyak hal istimewa yang terjadi. Misalnya Kakak sudah pandai bikin telur dadar tahun lalu, tulisan Arab Adek Ayyan terlihat halus dan mendapat pujian guru, bahwa saya sangat jarang merasa repot di pagi hari mengurus mereka, karena mereka terampil mengurus diri sendiri. Ah jadi mewek.

Saat menulis ini, tiba-tiba dapat wangsit menulis pantun :D

Kopi diseruput di pagi hari
ditemani bunyi tekukur bersahut-sahut
sungguh menulis melapangkan hati
menenangkan pikiran yang carut marut

Gendang ditabuh oleh penyanyi rebana
Membuai telinga para punggawa
Ide datang tak disangka
tulislah segera, jangan ditunda

kapal karam di samudra India
Menyisakan harta di dasar lautan
Mati jasad meninggalkan nama
Kisah yang ditulis, akan abadi sepanjang masa 

Parepare, 16 Desember 2019
Nur Islah