11 Jan 2017

Rumah Tanpa pembantu

 
Dinding kamar lumutan, merahnya pudar berjamur. Bagian kiri kanan terkelupas, menampakkan daging-daging semen yang menganga. Sisi yang tiga tahun silam kremnya kalem bersih, sekarang penuh coretan abstrak.
 
Di kamar mandi, air selalu tergenang, keramik jadul standar terpasang asal, membuat air susah mengalir ke arah seharusnya. Lantainya tampak kotor, bahkan pada menit pertama selesai disikat dengan susah payah.
 
Kasur ukuran nomer satu, sudah berjasa selama 10 tahun terakhir, sekarang kempes karena sering beralih fungsi jadi matras. Berapakalipun larangan dikeluarkan tidak pernah anak-anak pedulikan. Sesekali, jika ingat, pintu kamar dikunci sebelum ke kantor, hanya demi bisa tidur nyenyak nanti malam, karena seprai tidak gatal, selebihnya lupa.
 
Masih di kamar pribadi, kamar utama yang jadi tempat beristirahat Tuan dan Nyonya rumah, Lemari kayu pecah cerminnya, sudah lama sejak si bungsu menghantamnya dengan sekali tinju, sampai sekarang selalu saja belum sempat diganti dengan cermin yang baru. Triplek yang menutupinya pun tak pernah menyangka akan bertahan sekian lama tanpa diganti. Cobalah buka pintunya, kain, baju, celana semrawut, siapapun yang buka akan menutup cepat-cepat. Tengoklah di atasnya, bertumpuk koper, berhimpitan, pemiliknya pun sampai lupa entah berisi apa.
 
Di kamar ini, kami bercengkrama, memadu kasih, bercinta dengan ganas atau biasa-biasa saja. Di kamar ini, kami bercerita dengan tawa, atau saling berteriak padahal jarak tidak lebih dari semeter.
 
Di kamar ini, anak-anak suka berkumpul, bermain, bercanda atau bertengkar, dan seringkali sampai tertidur, membuat bapaknya mengungsi di belakang.
 
Yah kamar utama tak terurus.
 
Dapur berantakan dengan sisa minyak memenuhi kompor, Padahal tadi pagi kinclong mengkilap. Pakaian kotor tidak ada habisnya, bahkan pakaian baru cuci saja belum dijemur, tambah lagi yang kotor.
 
Sungguh jika bisa, ingin saya poles semua dengan lap sampai mengkilat. Tapi dengan tenaga sisa dari kantor, hanya bisa menatap nanar tak berdaya. Lemas jiwa raga melihat kekacauan saat baru tiba di rumah. Padahal masih terasa capeknya berjuang tadi pagi membersihkannya.
 
Saya merasa jadi nyonya rumah yang gagal.
 
***
 
Ada yang pernah merasakan hal yang sama? Ini kegalauan yang saya tulis beberapa hari yang lalu. Saat itu, asli sedih sekali. Saya menghakimi diri, jadi istri yang gagal menata rumah. Memang beberapa tahun ini saya memutuskan tidak mempekerjakan pembantu lagi, kapok berurusan dengan mereka, ada-ada saja alasan yang intinya mereka tidak masuk kerja. Untung ada Adik yang menolong jaga anak-anak, jadi saya masih bisa ke kantor dengan tenang. Tapi untuk urusan kebersihan rumah, kami jadi harus ekstra keluarkan tenaga.
 
Di hari-hari normal, saya masih bisa meninggalkan rumah dengan keadaan bersih. Tapi jika buru-buru rumah saya tinggalkan dengan kondisi seADAnya, maksudnya ADA piring di atas meja, ADA kaos kaki di kursi, ADA bekas tidur yang belum dirapikan.. parah ya *tersipumalu
 
Tapi percayalah ditinggalkan dengan kondisi bersih atau kotor, sepulang dari kantor saya akan mendapatinya sama..berantakan :D
 
Jika sedang tidak sensitif, tiba di rumah bisa langsung bersih-bersih. Tapi kalau habis lembur trus sedang datang bulan pula, bukannya ambil sapu, malah sedih atau marah-marah :D
 
Karena sibuk berkutat dengan rutinitas kantor, urusan domestik rumah tangga, bersih-bersih, belakangan ditambah tetek bengek kios, otomatis tidak ada waktu untuk berleha-leha. Jangankan memperbaiki yang rusak, yang rutin-rutin saja seputar cucian dan jemuran seakan-akan tidak pernah kelar. Jadi barang-barang yang rusak macam lemari, kursi, meja yang perlu perbaikan selalu terabaikan.
 
Barulah akhir-akhir ini saya sadar, wah rumah sudah mulai kurang nyaman. Ternyata sudah 3 tahun berlalu sejak renovasi terakhir, sepertinya kami perlu lagi meluangkan waktu, menyiapkan tenaga dan budget untuk memperbaiki rumah dan perabot.

Sebenarnya sudah pernah berkali-kali berniat menemui tukang, tapi Pap Nay pasti melarang. Dia bilang untuk apa membayar orang kalau dia bisa melakukannya sendiri. Saya sih bersyukur punya suami yang sanggup, masalahnya cuma satu, dia tidak punya waktu :D yah sama saja tidak.
 
Jadi begitulah…
 
Untuk sementara hanya bisa melakukan yang disanggupi dulu, macam kemarin blanja blanji tempat penyimpanan, supaya yang barang-barang seperti mainan anak-anak tidak asal taruh. Selanjutnya mudah-mudahan diberi keluasan waktu, tenaga dan budget.

6 komentar:

  1. Kalau lihat menjadi berantakan memang sudah ga nyaman ya. Saya juga yang bekerja di rumah, serasa ga punya banyak waktu untuk memperbaiki ini itu, udah 3 tahun pula belum renov rumah hehehe

    BalasHapus
  2. Wah ternyata ada teman senasib :)

    BalasHapus
  3. ckckck, kondisi kamar tidurnya sama persis dengan kamar tidur kami, bedanya hanya di kaca lemari kami yang masih utuh, hihihi :D

    ayo semangat!!!

    BalasHapus
    Balasan
    1. abis nulis ini, kondisi rumah baikan, saya jadi lebih rajin bersih2 hehehe

      Hapus
  4. Emak berdaster, multitalenta, semua pekerjaan dilakukan tanpa asisten rumah tangga adalah prestasi yang tak bisa dianggap enteng. Kadang capek, tapi kata saya mengeluh tak menyelesaikan cucian di mesin cuci. Kalau tenaga sudah mentok, ya... istirohat selonjor kaki, baca buku terus bobok manis. Wahhhh, pekerjaan nggak kelar dong. Ya, yang penting sedikit rapi. Maklum Ibu bekerja merangkap asisten rumah tangga hehe. (Ternyata kita senasib... uhuks)

    BalasHapus

Ada palekko ada kanse
Disantap dengan sambal cobek tumis
Leave any comment please
Yang penting tidak bikin penulis meringis