8 Des 2016

Sehari Bersama Ayah di Pantai Tonrangeng Parepare


Acara yang kami hadiri ahad tgl 27 November 2016 “Sehari bersama Ayah, ayah yang merindukan surga” terasa istimewa. Bagaimana tidak, acara yang diselenggarakan oleh guru dan staf SDIT Bina insan Parepare ini memberikan paket komplit: ada materi parenting yang menginspirasi, games yang menyenangkan, dan acara tukar kado yang mengharu biru.
 
Sekitar 280 peserta yang terdiri dari orang tua dan murid memadati Pantai Tonrangeng pagi itu. Pantai berpasir putih yang terletak di kelurahan Lumpue, Kecamatan Bacukiki Barat, kota Parepare ini biasanya jadi tempat rekreasi warga, tapi kali ini jadi lokasi acara kegiatan yang bertujuan  silaturahmi sekaligus me-refresh kembali hubungan ayah dan anak.

Pukul 08.00 pagi, kami yang baru datang dipersilahkan duduk di atas terpal yang disediakan oleh panitia. Rombongan kelas satu termasuk kami berkumpul di pojok kanan, paling dekat dengan air laut (untung Adek tidak ngamuk minta nyebur), kelas dua di sebelahnya, demikian seterusnya sampai mentok di terpal paling kiri yang diisi orang tua dari murid kelas lima. Semua membaur sebagai keluarga besar SDIT Bina Insan Parepare.
 
Pembukaan dimulai dengan pembacaan ayat suci Al Quran kemudian dilanjutkan sambutan-sambutan. Setelah pembukaan kelar, anak-anak dipersilahkan tampil di depan. Mereka memperagakan pakaian profesi sesuai cita-cita masing-masing. Ada anak memakai baju atronot, polisi, tentara, pemain sepak bola, guru, ustad, ustadzah, dan lain sebagainya. Yang paling dominan dipakai anak perempuan termasuk Naylah adalah baju dokter, sedangkan anak laki-laki banyak yang memilih jadi tentara. Saya maklum sih, selain memang kedua profesi itu yang paling populer, juga karena tempat penyewaaan umumnya menyediakan dua baju tersebut.
 
Naylah sendiri sebenarnya entah kenapa beberapa hari terakhir ini menyebut-nyebut profesi pramugari, tapi karena mamanya tidak ketemu baju pramugari yang syari’i, mau ke tukang jahit diy  waktu mepet, makanya cita-citanya dialihkan sementara ke dokter. Lagipula habis itu Naylah sempat bilang tidak mau jadi pramugari lagi, ditanya kenapa, “tidak mau tinggal di pesawat terus, nanti jatuh” kata dia :D
 
Fashion show dimulai, penonton yang tadi duduk rapi sontak berdiri, utamanya para ibu, mereka sibuk merekam dan mengambil gambar anak masing-masing. Sampai ada bapak yang nyeletuk “Ibu mundur-mundurki ini acaranya ayah”
 
Materi Parenting
 
Yang mengisi acara parenting adalah Ust. Yusuf Kholik. Pak ustaz mengatakan bahwa umumnya orang tua salah kaprah pada dua hal ini:
 
Pertama,  berharap anaknya menjadi soleh/solehah tapi tidak berusaha membaikkan diri sendiri terlebih dahulu. Ada orang tua yang merasa sudah mendidik anak dengan baik karena sudah menyekolahkan anaknya di SDIT atau menitip di TPA. Mereka menyerahkan penuh pendidikan agama anaknya pada guru di sekolah. Mereka lupa bahwa rumah adalah madrasah utama, tentu saja yang jadi teladan  adalah orang tua.
 
Kedua,  jangan sampai kita sebagai orang tua tidak paham prioritas mendidik yang sebenarnya. Misalnya menganggap tingkat kebaktian anak sebatas mau menurut kepada orang tua saja, atau tingkat kesolehan dilihat dari sholat 5 waktu saja. Padahal yang utama menurut ustaz, sangat penting mengajarkan kepada anak tentang tauhid terlebih dahulu, dan menjelaskan kepada mereka bahwa tidak ada yang boleh disembah selain Allah, perintahNya diikuti dan laranganNya harus dihindari.
Menyimak wejangan Ustaz
 
Sebenarnya beberapa nasihat lagi yang sempat saya catat, tapi akan kepanjangan kalau ditulis di sini, mudah-mudahan bisa diposting di blogpost yang lain.
 
Acara Lomba
 
Ini bagian serunya.
 
Anak kelas 1 dan 2 berlomba memasang kaos kaki. Anak-anak berdiri dengan mata tertutup, sementara di seberang sana para ayah duduk selonjor menanti anak masing-masing. Supaya lebih seru, posisi si anak ditukar-tukar dulu, jangan sampai berhadapan langsung dengan ayahnya. Anak-anak berjalan ke arah di mana suara ayahnya berasal. Setelah ketemu, anak akan memasangkan kaos di kaki ayahnya. Kaos kaki yang terpasang sempurna tercepat yang jadi pemenangnya.

/
Seorang ayah yang punya dua anak berbeda kelas selalu menang di lomba ini. Rupanya triknya mudah, dia menggunakan kaos kaki yang sangat longgar, jadi si anak enteng memasangnya, sedangkan peserta lain kaos kakinya masih baru, karetnya masih alot, tentu saja tidak dapat juara
Awas Abi yang tertukar :D
Kaos kaki si bapak saya pinjam, berharap mudah-mudahan Naylah bisa menang juga. Tapi ternyata jauh harapan dari kenyataan, saat giliran Naylah tiba, dia ditempatkan sangat jauh dari bapaknya, Naylah mendatangi ayah yang lain. Akhirnya bisa ditebak, kakak kalah! :D
 
Untuk anak kelas 3-5, lombanya lain lagi. Para ayah dan anak-anak bekerjasama membawa bola yang ditempatkan di atas rangkaian tali rapiah. Permainan ini memerlukan kekompakan dan kerjasama ayah dan anak, yang paling cepat sampai membawa bola dengan selamat (tidak jatuh) jadi grup pemenang.


Bagian mengharu birunya apa?
 
Jadi setelah rehat sejenak sambil menyantap bekal masing-masing, para ayah kumpul lagi. Mereka membawa kado kejutan. Rupanya para ayah pun mendapat suprised. Setiap anak juga sudah memegang surat untuk ayahnya. Ayah anak berdiri berhadapan, sembari memegang kado masing-masing. Lalu ayah disuruh membacakan harapan anak-anaknya. Pas bagian ini, saya terharu ihhh.. sepanjang acara tukar kado mata saya berkaca-kaca.
 
Anak-anak kita mungkin tidak pandai mengungkapkan keinginan dengan kata-kata secara langsung. Sayangnya kita sebagai orang tua kurang empati, melihat mereka baik-baik saja. Kita tidak peka dengan gelagat mereka sehingga tidak mengetahui keinginan anak sendiri. Anak diam, ortu tidak cari tahu, akhirnya harapan mereka hanya terpendam. Buktinya saat mereka disuruh menulis sama gurunya, semua punya harapan, bahkan ada yang sampai dua halaman :)
 
Ada anak menulis puisi yang panjang tentang kebaikan ayahnya dan mendoakannya, ada yang meminta ayahnya lebih sering menemani di rumah, ada yang ogah diantar jemput pakai ojek tapi pakai ayah dan ada yang merasa Ayah lebih sayang Adek. Malah yang paling bikin saya terharu ada anak yang sekedar pengen sholat berjamaah dengan ayahnya.
 
Naylah bagaimana?
 
Waktu buka surat si kakak, kami langsung ketawa.
 
Naylah menulis sangat singkat..
 
 “Saya berharap dibelikan….SEPEDA BARU”
 
Hahahaha
 
Saya bilang begini sama bapaknya “Bagus berarti Pa, Naylah bukan kurang kasih sayang dari bapaknya tapi kurang hadiah” hahahaa

 
Btw, nano-nano acara ini tidak berakhir sampai di situ, pas balik pulang ada bagian sedihnya juga. Kado Naylah jatuh di tengah jalan. Padahal isinya speaker Al quran supaya kakak Nay tambah semangat menghapal. Yah mau bagaimana lagi, bukan rezeki si kakak berarti. Akhirnya cuma bisa merelakan, berdoa semoga yang menemukan bisa memanfaatkannya dengan baik.
 
Overall acaranya bagus, misinya dapat. Mudah-mudahan acara ini bisa dilakukan tiap tahun.

6 komentar:

  1. Deeeh Islah, mataku saja yang baca berkaca2 apalagi yang menyaksikan di sana yah ...

    Bagusnya acara sekolahnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iye banyak orang tua yang terharu kak

      Hapus
  2. Asik kalau ayah juga dilibatkan seperti ini. Karena biasanya acara anak identik dengan ibu :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mak, setuju saya kl acara Kek gini sering2 ada

      Hapus
  3. Seru sekali bisa berbagi edukasi bersama anak-anak kecil. Semuanya juga terlihat berperan sebagai pecinta alam. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya bunda, acaranya seru, selain happy2, dapat materi parenting juga

      Hapus

Ada palekko ada kanse
Disantap dengan sambal cobek tumis
Leave any comment please
Yang penting tidak bikin penulis meringis