19 Agu 2016

Zaman Sudah Berubah

Gerak-jalan-bencong

Dalam Bahasa Bugis bencong disebut calabai, sedangkan kaum lesbian dinamakan calalai. Ada pula golongan lain yang digelari Bissu, tapi menurut beberapa peneliti, Bissu tidak dianggap sebagai waria, karena pakaiannya tidak meniru gender apapun. Samar-samar saya mengingat pernah melihat Bissu ini, biasanya mereka ada saat acara adat, penampilan agak berbeda dari laki-laki kebanyakan, dan tampaknya memang lebih gemulai. Bissu seingat saya dihormati karena memiliki kemampuan supranatural. Di zaman sekarang Bissu yang dipercayai sebagai perantara manusia dan dewa ini hampir tidak bersisa lagi, satu dua mungkin masih ada, tapi keberadaannya hanya sebagai sisa sejarah adat saja.

Kembali ke topik mengenai bencong, jaman saya masih imut. Di desa, manusianya lurus-lurus saja, semua tampak normal. Laki-laki ya memakai celana, perempuannya memakai rok atau sarung. Sekelurahan tidak ada bencong sama sekali, kecuali seorang pendatang bernama Susi. Dialah satu-satunya bencong yang saya tahu namanya. Susi biduan kampung yang cukup top waktu itu, dia pandai bernyanyi dan suaranya merdu. Karena rumah tempat Susi sering nginap tidak terlalu jauh dari kediaman kami, saya pernah beberapakali diajak teman-teman sepermainan mengintip dia sholat. Kalau lagi mujur kami melihatnya sholat memakai sarung dan kopiah, wujud aslinya di hadapan Tuhan sangat berbeda ketika berada di atas panggung.

Selain Susi dan para pekerja salon di kota kabupaten, boleh dikata saya jarang berinteraksi dengan bencong. Sampai suatu ketika kami dikagetkan dengan sebuah berita.
Fadil menjadi bencong!

Di suatu acara pernikahan keluarga, salah satu kerabat digunjingkan oleh ibu-ibu. Saya yang masih kecil ikut mendengar. Fadil (samaran) remaja jebolan pesantren menjadi bencong. Saya mengenal Fadil, tapi kami tidak begitu dekat. Saya tahu dia karena beberapa kali melihatnya di acara keluarga. Anaknya pendiam, berambut klimis, dengan kulit yang lumayan putih. Dia memang lebih rupawan dibandingkan teman-temannya.

Berita memalukan itu dikonfirmasikan langsung oleh seorang tantenya yang tahu persis asal mula Fadil bermetamorfosis jadi bencong. Penjelasan si tante agak mistis dan mencengangkan, setidaknya bagi saya yang masih kanak-kanak kala itu.

“Dia tiba-tiba berubah setelah dikasih makan bencong” kata si tante dengan nada horror.

Para ibu yang menyimak bergidik ngeri. Si Tante melanjutkan ceritanya sambil mewanti-wanti pendengarnya agar menjaga anak-anak jangan sampai diculik bencong.

“Kalau sudah tinggal di rumah bencong, aihh tunggumi…!”

Mama Fadil sangat malu dengan kenyataan ini. Mungkin karena itulah saya tidak pernah melihat Fadil lagi, dia membuang diri, tidak pernah muncul di acara keluarga. Saya tidak pernah melihat wajah barunya. Dia tenggelam bak ditelan bumi. Mungkin Si Fadil sudah berganti nama menjadi Fadilah atau Farah, entahlah.

Itu pengalaman saya dengan bencong dulu, sekarang bagaimana?

Beberapa hari yang lalu saya menonton satu rombongan bencong! Mereka berpartisipasi dalam acara lomba gerak jalan dalam rangka memperingati hari kemerdekaan RI. Acara ini adalah acara tahunan yang melibatkan sekolah-sekolah dan kerukunan masyarakat sekota Parepare. Makanya tidak heran yang jadi peserta di hari terakhir berasal dari banyak kalangan, mulai ibu-ibu pengajian dari berbagai kelompok majelis taklim, para penjual di pasar-pasar tradisional, karyawan-karyawan salon kecantikan dan para bencong.
Gerak-jalan-parepare
para peserta gerak jalan dari berbagai kalangan
Rupanya bencong sekarang sudah terorganisir, punya kerukunan segala. Mungkin karena mereka termasuk anggota masyarakat juga, makanya panitia memperkenankan mereka ikut menjadi peserta lomba.

Siang itu, sekitar 20an bencong bergerak kompak memakai kostum merah putih; baju kaos ketat, rok mini lengkap dengan stockingnya. Dua di antaranya berpakaian adat Bugis memegang nama kerukunan yang mereka wakili IWARPA (Ikatan Waria Parepare) *ngurut dada
Gerak-jalan-bencong
Beberapa kali para bencong melakukan atraksi dengan goyangan erotis. Pantaslah jika dari semua kelompok barisan, grup ini yang paling ditunggu masyarakat. Wajar, karena memang grup benconglah yang paling menghibur, paling mengundang gelak tawa. Saat saya berada di sana, teman-teman para bencong menyemangati, ada yang mengiringi dengan motor, ada yang menunggu di jalan sambil berteriak-teriak memanggil yang lagi atraksi, yang dipanggil semakin semangat, dan semakin erotislah tariannya.
Gerak-jalan-bencong
seorang anak minta difoto dengan salah satu bencong
Gerak-jalan-bencong
penonton yang antusias
Zaman sudah berubah

Hal-hal yang tabu dalam masyarakat 20 tahun silam, sekarang sudah dianggap biasa. Jika dulu, keluarga yang anak gadisnya hamil di luar nikah harus jual rumah dan pindah ke kampung yang jauh, sekarang tidak lagi. Kawin kemarin anak lahir besok lusa sudah dianggap lumrah. Masyarakat sudah sangat permisif.

Kalau dulu si Fadil membuang diri demi menjaga nama baik keluarga, sekarang sudah terbalik. Bencong berani show up, berani terang-terangan mengungkapkan identitas mereka dengan pawai di depan ratusan bahkan ribuan penduduk di tengah kota. Mungkin karena dunia sudah semakin tua ya, para penghuninya kena penyakit alzheimer, lupa dengan azab yang pernah menimpa kaum nabi Luth.

Bagaimana dengan acara Agustusan di kotamu? Ada bencong jugakah? Saya harap tidak ada.

Salam merdeka!

#ALUMNI_SEKOLAHPEREMPUAN

14 komentar:

  1. Naudzubillah..semoga kita selalu dalam lindungan Allah karena kehadiran bencong & meluasnya zina itu bisa mengundang murka Allah. Bencong itu menular. Jadi benar si Fadil jadi bencong karena "dikasih makan bencong." Ya Allah, ngeriii...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aminnn..semoga dijauhkan azabNya

      Hapus
  2. wahh, acara tujuh belasan di pare-pare hampir sama dengan di bau-bau Mba Islah, disini juga ada acara gerak jalan indah dan yang paling ditunggu adalah gerak jalan karang taruna, termasuk di dalamnya adalah para waria

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah sampe di bau2 pun ada ya ckckck

      Hapus
  3. Sayangnya di mana2 juga demikian adanya. Di kampungku, pasukan gerak jalan bencong paling ditunggu2 hiks karena ya itu paling menghibur dan mengundang gelak tawa.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Disini juga begitu say..paling hebohmi penonton kl datang barisannya bencong

      Hapus
  4. ha, ha, pastinya paling seru ya , bencong itu, kita gak bisa menjduge mereka ya, memang kenyataan mereka ada, kalau aku sih aku jadikan teman , banyak yang sebetulnya mereka menderita tapi gak pernah diperlihatkan, sudha menderita dapat penghakiman dari orang lain. Itu yang bikin mereka jadi tetap berada di posisinya. Mungkin dengan cara pendekatan yang baik, menjadi tempat curhat yg baik bagi mereka, kesadaran akan kembali ke fitrahnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe judge sih gak ya..malah kita musti mendoakan sodara2 kita agar kembali ke kodratnya

      Hapus
  5. Alhamdulillah mbak kalau ditempat saya mah tidak ada yang begituan saya selaku panitia juga tidak setuju dengan adanya yang begituan karena bisa membahayakan juga anak anak mbak jadi kalau saya mah seperti biasa saja.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Coba semua panitia kayak kang Nurul ya :)

      Hapus
  6. Semoga kita dijauhkan dari keburukan kek gitu.
    Meski kehadiran para waria di kota saya makin marak, tapi tidak sampai ikut dalam barisan karnaval.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aminnn ya rabb
      Iya mba..itulah zaman sudah berubah

      Hapus
  7. iya, sekarang udah gak tabu. Kadang yang gitu ada karena pengaruh pergaulan juga.

    BalasHapus
    Balasan
    1. ihhh serem ya mak
      Kadang kl liat anak laki sy, sy sering berdoa, jangan sampe deh dia salah bergaul nanti

      Hapus

Ada palekko ada kanse
Disantap dengan sambal cobek tumis
Leave any comment please
Yang penting tidak bikin penulis meringis