9 Nov 2015

Berburu Jaringan Internet Demi Sekolah Perempuan

Berburu-internet

Jam sudah menunjukkan pukul 20.45 malam, Pap Nay menjemput di tengah gerimis hujan, kami akan ke wifi corner Telkom. Baru sekali ini saya ke sini, itupun atas rekomendasi Pap Nay kalau wifinya super kencang. Pojokan Telkom yang sering kulihat di siang hari sepi, rupanya lumayan ramai di malam hari. Padahal boleh dibilang sudah jam malam, sudah waktunya anak gadis berada di kamarnya. Tapi tak sedikit anak tanggung, pemuda dan gadis remaja duduk di sana, lengkap dengan laptop dan android masing-masing. Saya sebenarnya tak akan kemari jika tak penting benar, kalau bukan karena kelas pertama Sekolah Perempuan, saya lebih suka ngenet di rumah walaupun jaringannya kadang amburadul. Tapi karena kelas perdana, saya bertekad maksimal mengikutinya tanpa gangguan internet.
 
Kartu akses wifi sudah terbeli. Murah, cuma 5000 perak. Saya duduk bersila, menunggu Pap Nay menggosok kartu, mengkases wifi dengan nomer yang tertera di kartu. Tapi ternyata jaringan sangat lelet. Saya mulai bete. Bagaimana tidak, sudah 30 menit kelas perdana berlangsung, sedangkan kami masih berkutat dengan putus nyambungnya internet. “Ayo kita pulang, Pa” kataku kesal.
 
Di perjalanan pulang, Pap Nay ngasih ide brillian. Dia mengajak singgah di kantornya, kata Pap Nay di kantornya wifi kencang, sepi pula. Tidak perlu masuk kantor, di teras pun bisa terakses. Saya yang masih kesal setuju saja, tidak apa-apalah dicoba, toh masih ada setengah jam pelajaran, lumayan kalau ternyata bisa nyambung, masih bisa dapat pelajaran walaupun sedikit.
 
Untungnya kantor Pap Nay terang benderang, malah sedikit terkesan boros listrik, ruangan yang tertutup rapat tanpa penghunipun terang benderang. Tidak ada kesan serem. Karena semua pintu terkunci, saya duduk di tangga di depan teras. Wah jaringan internet di sini mantap pakai banget. Link kelas sesi pertama sukses mulus terakses tanpa hambatan.
 
Slide yang dibahas Mba Indari Mastuti sudah memasuki slide ke 8, sangat telat. Untungnya setiap sesi selalu ada rekamannya, bisa saya akses kapan-kapan. Suara Mba Indari sangat jelas terdengar, 1-2 kali kadang putus, tapi tidak mengganggu benar. Di tengah penjelasan, peserta bisa menulis pertanyaan di kolom chat, dibacakan dan dijawab satu-satu oleh mba Indari.

Di sesi pertama ini, Mba Indari memberikan suntikan-suntikan semangat mengenai komitmen dan konsistensi sebagai penulis, juga dijelaskan bagaimana trik agar ibu rumah tangga bisa konsisten menulis tanpa mengabaikan urusan rumah tangga. Di akhir kelas ada PRnya juga, peserta diminta komitmennya akan menulis berapa lama dan berapa halaman setiap hari.

Saya beruntung sekali punya suami yang mendukung. Kalau bukan karena kebaikannya mengantar kesana kemari berburu jaringan internet, mungkin kelas perdana SP tidak bisa saya ikuti.

Yang ingin tahu lebih tentang Sekolah Perempuan dan kegiatan apa saja di lakukan di sana, bisa kepoin FB Mba Indari atau langsung cus di link ini, kelas gelombang 11 akan buka lagi di bulan Januari 2016 lho.
 
Wassalam
Parepare, 09 11 2015
Nur Islah

3 komentar:

  1. Temanku yang satu ini, sebenarnya tidak butuh pake banget dengan yang namanya sekolah perempuan...
    apalagi kalo cuma sekedar mendengar seputar teori dunia tulis menulis..
    cukuplah blog & tulisan ini sebagi bukti akan komitmen dan konsistensinya sebagai penulis...
    Tapi saya yakin semua itu dilakukannya karena "TAWADHU'"

    BalasHapus
  2. waaaah, ternyata mba nur islah udah teruji dan terbukti, MANTAP. semoga saya bisa segera nyusul ya mba...

    BalasHapus
  3. terima kasih semua dukungan semangatnya :-)

    BalasHapus

Ada palekko ada kanse
Disantap dengan sambal cobek tumis
Leave any comment please
Yang penting tidak bikin penulis meringis