21 Agu 2015

Menelusuri Jejak Islam Pertama di Gantarang Lalang Bata

Selain wisata pantai dan laut, Selayar ternyata memiliki banyak objek wisata di ketinggian, salah satunya adalah perkampungan Tua Gantarang. Lokasinya berada sekitar 14 km dari kota Benteng (ibukota kabupaten Selayar). Selain melihat keindahan alam yang indah dari ketinggian, di sini kita juga melihat salah satu peninggalan sejarah islam yang pertama di Selayar, bahkan ada yang mengatakan sejarah islam pertama di Sulawesi Selatan.

Sebenarnya mesjid yang kami tuju berada di Gantarang Lalang Bata. Sebelum mencapai kampung tersebut kami harus melewati dulu perkampungan tua Gantarang. Mungkin kampung Gantarang Lalang Bata adalah bagian dari kampung Gantarang itu sendiri.

Mata yang sebenarnya sudah dimanjakan dengan keindahan alam sejak perjalanan tadi, disuguhi lagi dengan keindahan yang langka di depan pintu gerbang Perkampungan Tua Gantarang. Betapa tidak, kami bisa melihat kota Benteng dari kejauhan!! Beberapa saat saya merasa sangat berat meninggalkan tempat ini, padahal kami akan mendapatkan pemandangan-pemandangan yang tak kalah menakjubkan setelahnya.

Gantarang-Lalang-Bata
Pintu Gerbang Perkampungan Tua Gantarang



Gantarang-Lalang-Bata
Rombongan ketika akan memasuki gerbang Perkampungan Tua Gantarang
Gantarang-Lalang-Bata
Memandang kota Benteng yang terlihat seperti titik-titik putih
Kami harus melewati jalan yang agak terjal dan sulit untuk sampai kesana, tidak terlalu jauh sebenarnya, hanya sekitar 14 km dari kota Selayar, mungkin karena medannya yang agak sulit, jadi terasa lebih dari 14 km. Tapi kami tidak merasa lelah sama sekali...Gantaran adalah start petualangan kami yang sebenarnya, karena setelahnya menyusul 2 tempat keren yang kami kunjungi setelahnya dihari yang sama, semua akan saya ceritakan segera di next post.

Melewati pintu gerbang Gantarang, kami disambut pohon-pohon berbatang besar disepanjang jalan, eksotik. Beberapa penduduk mencuci disemacam kali kecil yang mengalir disepanjang jalan, ada yang mencuci pakaian, ada pula yang mencuci motornya. Tempatnya teduh benar. Tidak ada rumah penduduk yang kami lewati kecuali di sekitar pintu gerbangnya tadi. Setelah pohon-pohon tua besar terlewati, mulailah jalanan terjal dan berkelok, kerikil-kerikil kecil juga banyak sepanjang jalan, memaksa pengendara harus berhati-hati agar tidak tergelincir. Pap Nay yang bawa motor mungkin tidak menikmati benar pemandangan ini karena harus fokus pada jalannya motor. Tapi saya yang berada diposisi dibonceng sangat menikmati hamparan hijau disepanjang jalan.


Gantarang-Lalang-Bata
Sebelah kiri itu merupakan tempat mengalirnya air yang jernih
Mendekati dusun Gantarang Lalang Bata, mulailah terlihat pemandangan fantastis lagi, laut nun jauh disana terlihat jelas dari tempat kami berdiri. Oh ya Gantarang Lalang Bata sendiri bisa diartikan sebagai kampung dalam benteng, memang tempat masuk dan keluar ditempat ini hanya ada 2, pintu masuk utama bertangga yang dibuat khusus pemerintah, dan tempat masuk kedua yang terjal dan berbahaya. Selebihnya dusun dikelilingi tebing yang terjal. Ada tempat parkir didepan tangga naik, layaknya tempat parkir ditempat wisata pada umumnya, bedanya disini tidak berbayar.



Awalnya saya mengira tempat yang akan kami kunjungi benar-benar murni objek wisata mesjid tua, ternyata ini adalah sebuah dusun yang berpenduduk, kabarnya dusun ini dulunya merupakan sebuah keraton, tapi dikemudian hari para bangsawannya diboyong oleh keluarganya ke kota beserta dengan barang-barang peninggalan-peninggalannya yang lain. Ketika akan memasuki lokasi perumahan penduduk, kami disambut pekuburan tua yang kemistisannya komplit dengan berdirinya pohon besar tua dan tinggi.


Gantarang-Lalang-Bata
Kuburan tua di mana-mana
Mesjid Tua Awaluddin sendiri terletak dipusat desa, seperti mesjid pada umumnya, hanya saja pondasi bangunan unik karena disusun dari batu karang. Entah dulu batu karang memang banyak disana atau sengaja dinaikkan. Jika memang diangkut dari bawah ke bukit, bayangkan hebatnya pendahulu kita, mampu menaikkan banyak batu karang ke bukit dengan medan yang berat, tanpa alat bermesin pula.

Mesjid-tertua-disulsel
Tampilan masjid sebelum di renovasi dindingnya


Gantarang-Lalang-Bata
Mesjid tertua di Selayar
Gantarang-Lalang-Bata
banyak kuburan tua di halaman mesjid


Gantarang-Lalang-Bata
Pondasi dari susunan batu karang


Dipusat bangunan tergantung kayu besar berbentuk huruf alif, konon kayu ini merupakan jenis kayu Lombok yang sudah berumur ratusan tahun, dan sudah ada sejak masjid didirikan. Kayu ini dikawal 4 kayu penyangga, yang beberapa kalangan mengganggap itu sebagai simbol junjungan kita Muhammad saw dikelilingi 4 sahabat.

Mesjid-tertua-disulsel
Tiang utama tergantung di tengah mesjid
 Ada sebuah tongkat yang selalu dipakai pembaca khotbah setiap Jumat dan hari Raya Id, yang ternyata didalamnya adalah sebuah pedang panjang, disitu tertulis tahun pembuatannya, tahun 1736. Didekat mimbar, tempat imam masjid memimpin sholat, dulunya disitu ada sebuah sumur, tapi karena muncul mitos bahwa air yang keluar dari sumur itu membuat awet muda, banyak orang yang berkunjung ke mesjid dengan niat yang sudah melenceng dari semestinya. Maka oleh pemerintah sumur tersebut ditutup dengan baki atau plat.


Mesjid-tertua-disulsel
Tongkat yang biasanya dipakai khutbah
Salah satu tradisi unik di masjid ini adalah, ada 3 gulungan tulisan khutbah yang selalu dibaca rutin dan tak pernah diganti isinya sejak mesjid didirikan, gulungan ini dibedakan untuk sholat jumat, Idul adha dan Idul fitri. Tulisannya ditulis dalam huruf Arab. Tapi yang ada di mesjid sudah bukan asli lagi, melainkan salinan saja. Semua ini dijelaskan oleh salah seorang penduduk yang bertindak sebagai pemandu menjelaskan ini itu kepada kami, yang beberapa kali saya sela dan memohon dia menggunakan bahasa Indonesia saja.

Selain tongkat dan gulungan tulisan khutbah, ada juga mimbar yang dilengkapi tulisan syahadat kiri kanan mimbar. Juga terdapat beduk tua yang berdiri didekat pintu masuk.


Gantarang-lalang-bata
Beduk tua
Keseruan perjalanan kami bisa dilihat di video ini:

Gantarang Lalang Bata menyajikan perpaduan sejarah dan keindahan alam. Jika memiliki kesempatan lagi, saya tak akan menolak diajak kesini untuk kedua kalinya. Penasaran ingin mengexplore lebih jauh kampung yang berpenduduk ramah ini.

Setelah puas berfoto, kami melaksanakan sholat dhuha disana. Memohon agar diberi reseki umur yang panjang, agar bisa kembali tahun depan.

Parepare, 18 08 2015
Nur Islah

3 komentar:

  1. Sepertinya menarik Mbak, tapi ada yang ingin saya tanyakan, di sana apakah ada pemandu wisata-nya Mbak? Tengkyu..

    Salam kenal dari www.ifantastis.com - blogger wonogiri

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waktu kami kesana, tiba2 aja ada penduduk yang ikut masuk mesjid dan memandu kami. Tapi klo mau kesana, banyak kok yg bersedia membantu, bisa kontak saya, nanti sy kasih nama yg bisa bantu

      Hapus
  2. Wah! ini yang belum sempat saya datangi di Selayar

    konon masjid ini adalah masjid tertua di SulSel karena katanya Datuk Ribandang mampir di Selayar dulu sebelum mendarat di Gowa. Saya hanya mendengar ceritanya dari teman-teman di Selayar

    BalasHapus

Ada palekko ada kanse
Disantap dengan sambal cobek tumis
Leave any comment please
Yang penting tidak bikin penulis meringis