31 Jan 2020

Tidak Suka Bercanda

Cerita pertama

Saya sedang tidak enak badan, tapi kepengen makan pisang goreng. Saya menyampaikan ke Pap Nay keinginan itu. 

"Mau digorengkan maksudnya?" 

"Iya" jawabku malu-malu.

"Dimana-mana orang sakit itu ya istirahat, ini kok minta makan mulu"

Hahaha. Iya ya.

Mulailah beliau sibuk di dapur sambil ngobrol dengan kakak Naylah.

Adek Ayyan berdiri di pintu dapur saat Pap Nay berseru...

"Pisang goreng sudah hampir jadi, Adek pergi tidur sana" 

Adek menoleh padaku "Apa maksudnya? saya tidak dibiarkan makan pisang goreng?"

Lalu dia masuk ke kamar dengan muka manyun. Saya dan Pap Nay terbahak.

Pap Nay masuk kamar membujuknya "Bapak tadi bercanda, ayo makan pisang goreng, ada meisesnya enak sekali...bla...bla"

Dia lalu menggendong Adek Ayyan keluar kamar untuk bergabung dengan kami.
Pic source : Pixabay.com
Baca juga Telalu Ganteng

Cerita Kedua

Karena Kakak Naylah dan teman-teman sekolah akan outing di PLTB Sidrap, dia butuh snack lebih. Kakak berencana membeli Nutrigel untuk dibuat puding. Jadi malam sebelumnya Pap Nay menemani para bocah ke Ind*maret untuk membeli keperluan masak-masaknya kakak. Seperti biasa barang yang dibawa pulang selalu lebih banyak dari tujuan utama. Nutrigel satu bungkus doang, sisanya wafer yang pake cocolan cokelat stroberi 2 buah, Oreo ukuran besar 1 buah.

Sesampai di rumah, Kakak sudah melarang Adeknya langsung makan cemilan itu, dia menyarankannya disimpan untuk bekal mereka besok. Adek menolak. Dan akhirnya mereka berdua menikmati wafer stiknya, sambil sesekali emaknya ikut mencicipi juga :D

Tidak terasa jarum jam sudah menunjukkan angka 21.00 wita. Kakak Naylah khawatir terlambat bangun kalau harus masak lagi. Jadi dia memutuskan tidak jadi membuat puding. Menurut kakak, bekal Oreo yang ukuran besar itu sudah cukup.

Keesokan harinya...

Pagi ini terasa indah, semalam saya tidur nyenyak, saya bangun dengan perasaan segar. Badan terasa bugar. Anak-anak mudah dibangunkan. Setelah sholat subuh bersama, mereka segera mandi. Saya  memanaskan nasi dan menggoreng nugget untuk sarapan mereka berdua, sekalian untuk lauk bekal makan siang.  Saya sadar belum menyetrika pakaian pramuka mereka ahad kemarin ketika Kakak Naylah mencari bajunya. Untungnya pagi ini Pap Nay sedang menyetrika, jadi sekalian saya ikutkan seragam anak-anak untuk diselesaikan.

Kakak Naylah dan Adek Ayyan mulai sarapan ketika saya teringat di kulkas masih ada kerupuk ikan. Cemilan asal Samarinda itu saya beli di Toko Sinar Terang kemarin. Saya lalu tambahkan di lunch box anak-anak dan di piring mereka. Adek mencoba sebiji, tapi langsung meringis kepedisan. Padahal menurut saya dan Kakak Naylah rasanya gurih, tidak ada cabenya sama sekali. Adek lalu protes tidak mau kalau kerupuk itu ada di bekal makan siangnya. 

"Ma, saya bawa ini?" Adek menunjuk Oreo.

"Bukan, itu untuk Kakak bawa outing" jawabku sambil membereskan bekas sarapan mereka.

"Nanti Adek bawa kerupuk saja ya" saya goda dia sambil tersenyum.

Adek langsung berwajah sedih, matanya berkaca-kaca.

"Astaga Dek, Mama cuma bercanda!"

"Saya tidak suka, kenapa Mama selalu bercanda!!!" protesnya.

Air matanya tambah banyak, sedikit lagi tumpah.

"Iya, nanti Bapak singgah belikan Adek kue"

Saya kira sudah selesai sampai disitu. Kakak Naylah pamit, mencium tanganku dan memelukku.

"Dek, ayo salim Mama!"

"Tidak mau, saya tidak sayang Mama, Mama suka bercanda sama Adek!!"

Adek pergi, menoleh pun dia ogah, saudara-saudara!

Baca juga Akhirnya Berbaikan

***

Ya ampun, betul diskusi saya dan Pap Nay kemarin sebelum tidur. Adek Ayyan tidak suka bercanda. Saya ingat guru Taman Kanak-kanaknya pernah cerita, Adek langsung menangis kencang kalau diejek temannya dengan sebutan keriting. Memang waktu TK, saya sengaja tidak mencukur rambut Adek. Karena panjang, rambutnya menjadi agak ikal, bukan keriting. Saya bilang ke dia, malah bagus, rambut Adek seperti punya Nabi Muhammad.

Dia zero tolerance dengan namanya ejekan. Padahal dia tipe anak yang mudah bergaul. Dia hobi main karate-karatean dengan sepantarannya. Jatuh atau terluka tidak masalah, Adek tidak akan menangis. Tapi kalau mulai diejek, barulah dia tidak terima.

Saya sudah beberapa kali menjelaskan, kalau dalam pertemanan itu ada namanya bercanda. Tapi mungkin pemikirannya belum menjangkau itu. Saya bilang ke Pap Nay, barangkali ini sifat turunan dari dia. Selera lucu Pap Nay berbeda. Kadang kala, saya dan teman-teman sudah tertawa keras dengan sebuah joke, dia malah heran lucunya dimana. Giliran dia membaca sebuah artikel yang menurut saya biasa-biasa saja, dia malah tertawa terbahak-bahak. Wallahuallam










29 Jan 2020

Terlalu Ganteng

Sejak Adek Ayyan bayi, saya sering memanggil dia dengan panggilan sayang  "Ganteng" atau "Soleh"

"Gantengnya anak Mama"

"Solehnya anak Mama"

Saya pikir tidak ada salahnya. Bukankah panggilan juga doa. Harapannya sih kelak dia benar-benar menjadi anak yang soleh plus ganteng :D 

Mengenai sebutan ganteng ini...saya jadi teringat kebiasaan Ayah Edi, seorang bapak yang bergelut di dunia parenting. Beliau memperlihatkan foto putranya yang lama dan baru di akun facebooknya,  dia bercerita bahwa anaknya yang dulu bertampang biasa-biasa saja, sekarang menjadi lebih gagah. Rupanya anaknya ini sering juga dipanggil "ganteng" oleh orang tuanya. 

Entahlah yah benar atau tidak, saya pun merasa Adek Ayyan sekarang makin cakep. Bulu matanya yang waktu bayi lentik menggemaskan, sekarang tetap lentik dan cocok dengan alisnya yang rapi. Wajahnya terlihat baik hati. Saya masih hobi peluk dan cium sepuas hati. Maklumi saja ya, pandangan subyektif seorang ibu :D
Kembali soal sebutan "ganteng" dan "soleh"
Sampai kemarin masih saya suka manggil dia begitu, khususnya kalau mau minta tolong diambilkan ini itu. 

Suatu sore, saya main HP di kamar.  Adek main di luar. Lalu sekilas melihat dia masuk kamar dan bercermin. Tiba-tiba Adek Ayyan berseru " Ma, saya tidak sanggup liat cermin, Adek terlalu GANTENG!"

"WHATTTT???"

Saya simpan HP dan buru-buru bangkit. 

"Adek bilang apa tadi?"

"Adek tidak bisa liat cermin, tidak sanggup saya liat mukaku"

Saya ajak dia berbaring di sampingku.

"Kenapa Adek bilang begitu?seriuskah?" Saya kira dia bercanda.

"Iya, saya terlalu ganteng, tidak bisaka liat cermin"

Saya ajak dia bercermin kembali, tapi hanya sekian detik dia menghindar dan tersenyum malu-malu.

Hahahahaha

Saya tertawa terbahak-bahak, menyadari kalau dia ternyata tidak bercanda. Dia serius menganggap dirinya terlalu ganteng.

"Ma, jangan cerita ke Bapak ya" katanya memelas.

Saya mengangguk, dan berkata dalam hati "Tentu saja saya akan cerita" hahahaha

"Bagian mananya Adek yang terlalu ganteng, rambutnya kah?

"Mukaku" katanya singkat.

"Siapa yang lebih ganteng dari Adek di kelas"

Saya menduga dia akan menyebut anak keturunan Arab yang putih dan berhidung mancung. Rupanya tidak. Dia malah kebingungan.

Waduh parah nih.

Kayaknya harus stop dulu panggilan "ganteng" sampai waktu yang tidak ditentukan. Anak saya jadi over Pede :D









20 Jan 2020

Dua Minggu Tanpa ART

Saya baru saja selesai mandi pagi. Tiba-tiba Asma datang tergopoh-gopoh. Dia mengabarkan kalau mau "istirahat dulu".

Itu adalah salah satu istilah yang digunakan asisten rumah tangga jika minta berhenti. Asma memilih kalimat itu, disertai alasan bahwa anaknya butuh didampingi. Putra sulungnya, menjadi kurang terkontrol, malas ngaji, dan hobi keluyuran bersama teman-temannya. Sebagai ibu, dia merasa gagal. Jadi dia ingin mencari kerjaan yang lebih fleksibel, agar bisa memantau putranya itu. Saya memaklumi.
Pic source : Pixabay.com

Hanya saja saya merasa sayang. Asma sudah bersama kami selama kurang lebih dua tahun. Anak-anak dekat dengan dia, jarang main HP jika sedang bekerja, perhatian, santun, dan masih banyak lagi nilai plusnya. Kami sudah menganggapnya bagian dari keluarga.

Saya bahkan menawarkan kios untuk dia kelola dan tinggal gratis di situ. Dari pada bayar lagi sewa kosan, pikirku. Tapi Asma menolak, disertai dengan kalimat bahwa saya boleh menelponnya kapan-kapan kalau saya butuh. 

Saya sangat terbantu selama kurun waktu dua tahun ini. Anak-anak bersih dan rapih. Tidak pernah kelaparan. Karena Asma sangat memperhatikan mereka. Dia dan anak-anak juga terlihat sering ngobrol seru. Jika Asma pamit pulang, Rayyan selalu bersikeras mengantar sampai di pinggir jalan. 

Seperti yang pernah saya singgung di sini , tahun 2017-2019, saya sangat sering keluar kota. Hampir tiap pekan ada saja undangan. Tanpa Asma, apalah dayaku. Anak-anak pasti terlantar. Tak berlebihan rasanya, jika kami merasa kehilangan.

Tahun ini, kesibukan saya jauh berkurang. Undangan keluar kota masih ada, tapi paling sebulan sekali. Itupun tidak sampai harus pergi berhari-hari. Saya hampir selalu ada di rumah di sore dan malam hari. 

Ketika Asma resign, saya menghibur diri "Ah, kalau cuma urusan rumah tangga sehari-hari, cincailah...saya pasti bisa"

Rupanya...oh rupanya....Berat bo'!!!

Pekan pertama...

Pagi hari dimulai pukul 06.00, saya menyiapkan sarapan. Menu sederhana: nasi goreng dan telur dadar. Anak-anak berangkat sekolah sebelum pukul 07.00. Pap Nay juga pergi apel pagi. Saya masak lagi untuk menu siang. Lalu bersihkan dapur termasuk cuci piring dan ngepel lantai dapur.

Itu saja sudah menghabiskan waktu sampai dua jam. Saya kemudian bergegas mandi dan siap-siap berangkat ke kantor. Pap Nay bertugas mengantar saya sekaligus membawakan Rayyan dan Naylah bekal siangnya.

Pulang kantor, saya menyapu dan membersihkan teras. Burung merpati peliharaan kami, kadang datang pula manjanya, ngedong di atas mesin AC di teras dan buang kotoran di sana. Kalau sudah begini, bukan lagi harus ngepel, tapi disiram pakai air yang banyak, lalu dikeringkan.

Saya harus bergerak cepat, karena sebentar lagi santri-santri KQS Ar Rayyan akan datang. Mereka ngaji dan menghapal Al quran 3 kali sepekan (Senin-Rabu). Khusus hari itu, saya usahakan ruang tengah dan teras tempat mereka belajar harus bersih. 

Bada' magrib, saya gunakan mencuci baju. Ini sih santai. Karena pakai mesin, tinggal masukkan baju kotor ke dalamnya dan tunggu. Kadang saya minta Naylah bolak-balik mengecek cucian. 

Untuk urusan makan malam, kami beli di luar atau Pap Nay yang goreng ikan. Karena saya sudah terkapar, bernafas jadi sulit, dan super lemes, saya sampai khawatir akan berdampak pada kandungan. Oh ya, untunglah Asma mengundurkan diri pada bulan keempat saya hamil. Saya tidak bisa membayangkan jika masih di periode trisemester pertama.

Pekan kedua....

Kami mulai berbagi tugas:

Saya merapikan tempat tidur, memasak, nyetrika. 
Kakak Naylah mencuci piring dan beres-beres buku atau mainan yang berantakan.
Pap Nay buang sampah, membersihkan halaman, sikat kamar mandi, nyapu lantai dan ngepel. Adek kebagian tugas membantu kakak beres-beres.

Rasanya senang dan takjub, Naylah sangat pandai mencuci piring. Peralatan makan bersih dan tidak berminyak. Setelah selesai, lantai dia sikat, tak ada sisa-sisa sampah yang berserakan atau nyangkut. 

Kakak juga terlihat ikhlas membantu. Jika melihat Bapaknya yang mencuci piring, dia minta mengambil alih. Duhai anak mama, benar-benar sudah gadis.

Akhir pekan kemarin, puncak dari perjuangan. Saya menyetrika pakaian yang ditumpuk selama dua pekan. Mulai dari baju seragam sekolah, daster, sampai celana dalam saya setrika. Tumpukannya nya sekitar 3 keranjang. Star pagi, kelarnya menjelang dzuhur :(

Dari semua pekerjaan rumah tangga, sepertinya urusan sertrika ini yang tidak bisa saya handle. Selain karena dari seluruh jenis pekerjaan rumah tangga, inilah yang paling saya benci, juga karena menghabiskan banyak waktu. Lebih baik cari orang untuk nyetrika atau bawa ke laundry. Akhir pekan bolehlah kita leyeh-leyeh atau rekreasi di luar. 

Mungkin yah...karena baru dua pekan, masih terasa beratnya tanpa ART. Semoga besok-besok menemukan ritme beres-beres yang lebih mudah dan efisien. Doakan ya.










13 Jan 2020

2019

Tahun 2019 adalah tahun gado-gado buat saya.

Ada sibuk.
Ada perjalanan.
Ada duka.
Ada bahagia
Pic source : Pixabay.com

Kesibukan

Tahun 2019 adalah tahun pemilu serentak. Masih teringat kan betapa hebohnya pemilihan umum kemarin. Sekian ribu penyelenggara pemilu yang sakit, kecelakaan, kelelahan. Ratusan meninggal dunia. Sungguh pesta 5 tahunan yang tragis.

Syukurlah di Parepare tidak ada yang meninggal dunia. Tapi yang sakit lumayan banyak. Saya berulangkali ke rumah sakit menjenguk Panwascam dan PPL yang tumbang karena kelelahan dan kecelakaan. Alhamdulillah beberapa di antara mereka diberi santunan usai pemilu.

Sebagai pengawas pemilu, saya termasuk orang yang sibuk di tahun ini. Puncak kesibukan di bulan April-Mei. Mungkin teman-teman mengira hanya di kurun waktu itu saja penyelenggara bekerja keras, padahal berbulan-bulan sebelumnya sejak tahapan dimulai, kegiatan penyelenggara seakan tak ada habisnya.

Parepare kebagian pesta tambahan, 5 TPS direkomendasikan oleh Bawaslu untuk dilakukan pemilihan suara ulang (PSU). Fixed dah, double letihnya. 

Beberapa kali saya tidur di kantor. Nginap dan pulang tengah malam sudah biasa, apalagi menjelang hari H pencoblosan. Kami keliling sampai dini hari untuk patroli. Pulang ke rumah rasanya segan, karena harus membangunkan suami pukul 03.00 subuh, sementara keesokan harinya harus ronda lagi pantau TPS sebelum pukul 07.00. Kebayang kan?

Anak-anak menjadi terbiasa ditinggal. Untung saya dapat patner hidup yang baik, yang pengertian dan sabar.

Perjalanan

Untuk perjalanan keluar kota, di tahun 2019 masih lumayan sering. Khususnya di awal dan pertengahan tahun. Kurang lebih 34 kali saya meninggalkan Parepare dalam rangka pekerjaan, dengan total waktu kira-kira 100 hari. Ini hitungan kasar saja. Saya tidak begitu disiplin mencatatnya.

Di akhir Januari, saya ke Kendari. Diajak Iwan nginap di rumahnya. Seorang sepupu yang stay di sana bersama istri dan anak kembarnya. Walaupun singkat, saya sempat bersantap siang dengan menu ikan bakar, mengunjungi Masjid Al Alam, dan menikmati es buah di pantai Keby.
Masjid Al Alam Kendari

Perjalanan luar provinsi antara lain ke :

Banten     : Maret
Jakarta     : Agustus, Oktober
Belitung   : Juni
Bogor       : Desember

Baca cerita saya saat Jalan-jalan di Belitung, Singkat Tapi Berkesan

Kalau kisah di Bogor, boleh baca artikel Perjalanan ke Bogor, Sungguh Singkat dan Melelahkan

Alhamdulillah di bulan Mei, saya bersama ibu mertua mengunjungi Baitullah untuk pertama kali. Kami menghabiskan waktu 13 hari, ini sudah termasuk pejalanan pulang pergi.
Rombongan umroh Jawara Tour


Duka

Tuhan banyak memberikan anugerah, entah itu kesehatan, rezeki, anak yang lincah dan cerdas, teman yang baik. Tapi tetap saja, ketika duka itu datang, yang menimbulkan kesan mendalam adalah air mata. Saya banyak mengalami kehilangan di tahun ini.

Februari

Bapak dan ibu mertua berkunjung ke rumah kami selama beberapa hari. Kami sempat jalan-jalan, dan mengajaknya menginap di hotel. Dua pekan kemudian, Mama melihat Bapak aneh, seperti orang linglung dan sakit. Bapak dibawa ke rumah sakit. Bapak koma. Bapak tidak pernah bangun sampai beliau dipanggil Allah.

Setiap Naylah dan Rayyan mengenang kakeknya itu. Mereka selalu bilang "Kakek orang baik, tidak pernah marah"

Mei

Fetta Aji Mame sangat jarang sakit. Bagaimana tidak? dia hampir tiap hari ke kebun, menyiangi semak dan rumput yang mengganggu tanamannya. Mungkin karena kebiasaannya itulah, fisik beliau terlihat selalu bugar.

Suatu senja, seorang pemuda yang mengendarai motor menabrak Fetta Aji dengan keras. Beliau menghembuskan nafasnya seketika.  Kami kehilangan.

Agustus

Etta sakit sejak 6 tahun yang lalu. Terlihat makin payah 6 bulan belakangan. Ketika beliau meninggal kamis malam ba'da isya, tgl 01 Agustus 2019, kami anaknya (kecuali Asrul) ada di samping Etta.

Baca juga Etta Pergi

17 hari kemudian....
Kami kembali berurai air mata. Fung Aji, menyusul putra sulungnya.
Sehingga belum kering air mata, belum khatam bacaan Quran, pusara Etta masih basah...kami kembali membawa jasad orang yang paling kami cintai di pekuburan Kawerang. Ibu dan puteranya berbaring bersebelahan.

November

Ibu saya meninggal di tahun 2005. Beliau hanya memiliki 2 saudara kandung, yaitu Bapak Uti dan Fung Wati. Bapak Uti meninggal tahun 2018. Belum lama sebenarnya. Anak-anaknya masih saja menulis status-status sedih di medsos. Kami pun sedih. Terlebih juga didera perasaan bersalah karena belum pernah menjenguk beliau semasa sakit di Toli-Toli. Bahkan belum sempat ziarah di makam beliau sampai detik ini :(

Berita duka kembali datang, Fung Wati menyusul saudara-saudaranya.

Duhaiiii Tuhan. Nyawa dan nasib kami memang di genggamanMu, tapi alangkah singkat jeda yang Engkau berikan kepada kami untuk menata hati. Demikian pikiran ini sempat mengeluh.

Grup WhatsApp keluarga tak henti membuat list khataman Quran. Dengan harapan apa yang dibaca oleh kami keluarga yang ditinggalkan, dapat sampai pahalanya bagi orang-orang tercinta yang telah pergi lebih dahulu.

Kematian selalu meninggalkan penyesalan, mengapa dulu tak sering mengunjungi saat sakit? mengapa tak maksimal berbakti? mengapa tidak selalu menelpon? padahal itu hal yang mudah. Mengapa tidak begini dan begitu?

Kita tak dapat mengulang moment bersama mereka. Hanya bisa berandai, seandainya ...seandainya... dan seandainya.  Itu yang paling menyakitkan.

Bahagia

Setelah duka beruntun yang menumpahkan air mata kami. Kabar bahagia datang. Saya Hamil.  Pantas akhir-akhir ini, setiap melihat anak bayi yang digendong ibunya, saya sulit mengabaikan mereka. Bawaannya gemes dan pengen punya juga. Rupanya akan dititipi Allah anak yang ketiga. Doakan ya kehamilan ini lancar, ibu sehat dan kuat melahirkan. Anak kami kelak menjadi anak soleh atau solehah.

Demikianlah hidup. Seperti langit, ketika gelap menghitam...tak akan sanggup kita cegah datangnya hujan. Tapi ketika air berhenti mengucuri bumi, tak sanggup kita cegah matahari bersinar dengan cerah.










9 Jan 2020

Tidak Cocok di Lidah

Masih ada tersisa ayam kampung di freezer. Pap Nay juga baru membeli sepapan tempe di pasar. Kebetulan nih pikirku...bisa mencoba resep tempe ungkep yang saya screenshoot kemarin saat main instagram.

Tempe dan ayam diungkep dengan bumbu dasar bawang merah dan bawang putih, ditambahkan merica, ketumbar dan beberapa bumbu dapur yang lain. Saya mulai curiga, resep ini tidak akan cocok di lidahku. Disebutkan bahwa dimasukkan juga gula merah 100 gram dan 3 sendok makan kecap. Alangkah banyak pemanis yang dipakai pikirku.

Tapi tetap saja saya coba masak. Kurang lebih sejam, air 600 ml yang tadi saya tambahkan menyusut. Tempe dan ayam kelihatan kemerahan karena lama terendam gula merah dan kecap. Dengan perasaan was-was saya goreng dengan api sedang.

Hasilnya?

Manis. 

Saya tanya Pap Nay..

"Rasanya bagaimana Pa, enakkah?"

Seumur-umur, baru kali ini dia tidak mau menjawab :D
Biasanya, dia mengangguk-angguk atau bilang iya. Kali ini, kelu lidahnya :D

Tapi, mau bagaimana lagi..tetap dia makan. Saya menjauh, tak sanggup melihatnya tersiksa atau pura-pura berekspresi menikmati menu siangnya hahaha.

Pelajaran moral yang saya petik hari ini: 
Resep masakan Jawa belum tentu cocok di lidah orang Bugis.

Di seberang sungai ada pohon manggis
Pohonnya tinggi sukar diraih
Orang seberang suka makanan manis
Orang Bugis doyan yang gurih




6 Jan 2020

Perkembangan Indra Janin

Kapankah sebenarnya janin mendengar? kapan dia mampu merasa, mencium, dan berkomunikasi dengan ibunya?
Source: Pixabay.com

Ini menjadi pertanyaan saya akhir-akhir ini. Saya menemukan jawabannya setelah membaca buku #BEBASTAKUT Hamil dan Melahirkan oleh Yesie Aprilia. Yesie Aprilia adalah seorang bidan yang menjadi salah satu pelopor hypnobirthing di Indonesia. Dia pendiri website "Bidan Kita" dan membangun klinik dengan nama yang sama. Yesie juga membentuk komunitas Laskar Gentle Birth pada tahun 2016. 

Bukunya yang berjudul #BEBASTAKUT Hamil dan Melahirkan adalah buku kesekian dari beberapa karya Yessie Aprilia terkait kehamilan dan persalinan.

Pendengaran

Janin mulai mendengarkan secara reaktif dimulai pada umur 16 pekan. Pernyataan ini didasari oleh hasil penelitian Shahidullah dan Hepper. Pada Tahun 1992, Shahidullah dan Hepper melakukan penelitian dengan memperdengarkan nada murni 250-500Hz pada 400 janin yang berusia 16 minggu dalam kandungan. Hasilnya menunjukkan signifikansi kemampuan mendengar bayi ternyata 8 minggu lebih cepat daripada perkembangan sempurna indra pendengaran pada minggu ke-24. Pada usia 16 minggu, janin mampu menerima suara ibunya, getaran yang janin rasakan kuat jika sumber suara berasal dari ibunya, dibandingkan bunyi di luar rahim. 

Pada usia 18 pekan. bayi sudah dapat mendengar detak jantung dan darah yang bergerak melalui tali pusat. Karena di usia ini tulang-tulang telinga bagian dalam dan ujung otak telah cukup berkembang.

Nah, pada usia 20-24 minggu, sang ayah atau kakaknya disarankan untuk lebih sering berinteraksi dengan janin, karena pada usia ini janin bisa mengenali suara mereka. Telinga bayi tumbuh secara lengkap pada usia 24 minggu ke atas. Sehingga bayi dapat memberikan respon berupa gerakan atau tendangan.

Sentuhan

Pada usia 24 minggu, janin sudah sangat responsif terhadap sentuhan, dia dapat merasakan perubahan suhu dan merasakan sakit. Sebuah penelitian dilakukan dengan menyuntikkan air dingin ke dalam cairan ketuban menyebabkan gerakan penarikan. Demikian juga saat dilakukan prosedur amniosentesis, janin yang ditusuk dnegan jarum akan beraksi dengan cara menunjukkan ketidaknyamanan dan tidak menyukai tindakan yang menyakitkan.

Baca juga : Memilih Nutrisi Tepat di Masa Kehamilan

Penglihatan

Sebenarnya rahim tidak gelap gulita seperti kita berada ruangan gelap tanpa lampu. Masih ada cukup cahaya menembus jaringan dalam rahim. Pada usia 20 pekan, kelopak mata janin mulai membuka. Ketika ada lampu yang menyorot ke perut ibu hamil, janin akan menunjukkan peningkatan aktivitas motorik dan percepatan denyut jantung.

Jika ibu hamil diperlihatkan gambar atau video menyeramkan, akan merangsang respon stres yang dikomunikasikan kepada bayi, gambar yang indah akan meremajakan dan menyeimbangkan.

Perasa (Pengecap)

Selera bayi akan dimulai sejak usia 12 minggu dan semakin berkembang pada awal trisemester kedua. Selera tersebut di seluruh mulutnya dan akhirnya menjadi terkonsentrasi di lidah dan langit-langit. Studi menunjukkan bahwa meningkat atau menurunnya refleks menelan pada janin berdasarkan pada rasa yang ada pada cairan ketuban. Manis, bayi akan menelan lebih, dan akan berkurang jika air ketuban pahit.

Penciuman

Awal minggu keempat, janin bisa mencium aroma ketuban. Cairan ketuban alami mengandung bermacam-macam zat wangi yang bervariasi dari hari kehari tegantung makanan yang dikonsumsi ibu hamil. Bayi akan mengingat bau dan selera mereka dalam rahim.

Sumber : #BebasTakut Hamil dan Melahirkan