26 Agu 2014

Perjuangan menyusui

Ketika anak pertama, aku hamil, melahirkan, dan mengasuh bayi dengan pengetahuan yang sangat minim. Hidup berumahtangga di kampung orang, tanpa ada Ibu, membuatku kebingungan dengan urusan seputar kehamilan dan pascanya. Dan inilah yang sangat kusesali, karena kebodohanku pula, Naylah tidak mendapatkan haknya sebagai anak, ASI exclusive.

Ketika Naylah lahir, aku mengalami baby blues. Mungkin karena proses melahirkan yang sulit, aku bahkan tidak memiliki perasaan exiciting untuk segera melihat bayiku. Dan ketika beberapa jam setelah melahirkan, ketika bayiku akan kususui, sang bayi tidak mau dan lebih memilih tidur sepanjang waktu. hari berlalu, badannya berubah kuning dan berat badan turun dari 2,9 kg menjadi 2,7kg. Tentu saja aku panic, segera kuikuti saran bidan untuk memberinya sufor, padahal ASIku melimpah. Dikemudian hari, baru aku tahu kalau yang dialami Naylah itu masih wajar, dan tidak perlu diberi sufor, seharusnya aku lebih telaten saja menawarinya ASI. Inilah yang paling kusesali seumur hidupku. Kenapa dulu tidak setiap hari berusaha mencari tahu sebelum melahirkan, kenapa dulu tidak mempersiapkan segala hal sebelum melahirkan. Bagaimanapun kucari-cari alasan pembenaran, tetap saja tidak ada celah untuk memaklumi kesalahanku. Aku yang salah. Titik.

Ketika hamil anak ke-2, aku tidak mau mengulang semua kesalahan ketika mengandung anak pertama. Cukup sudah Naylah jadi korban ketidaktahuanku. Aku mulai rajin browsing mengenai segala hal, apa yang harus kumakan, apa yang harus kuhindari. Dibulan-bulan terakhir menjelang melahirkan, mulai kupelajari teknik pernafasan dari you tube, aku melakukan senam, menghapal apa yang harus kulakukan didetik-detik melahirkan nanti. Jauh-jauh hari, semua kelengkapan bayi sudah kubeli. Dan pengetahuan tentang ASI sudah kupelajari. Tekadku sudah bulat, kali ini harus ASI exclusive, dan harus 2 tahun.  Walaupun ada kejadian harus bedrest dibulan ke7 kehamilanku karena muncul flek, Allah masih menolong, aku berhasil melahirkan normal, laki-laki, dengan berat 3,2kg.

Colostrum terhisap habis, dihari pertama, ASIku lancar, anakku lahap meminum ASI. Dan perjuangan memberikan ASI exclusive dimulai.

Karena kurang menyukai susu khusus menyusui, aku menggantinya dengan susu UHT, aku meminumnya liter perhari. Kata orang anak laki-laki lebih “lahap” dari bayi perempuan, dan memang benar, aku menyusuinya sepanjang malam, sampai lupa bagaimana rasanya berbaring lurus, posisi badan selalu miring, kalau bukan kiri ya kekanan. Juga ada periode, dimana anakku harus nenen sambil aku harus berdiri, bukan hanya berdiri, sambil aku berjalan seakan dia berada diayunan. Jika aku sudah sangat lelah, dan aku mencoba duduk, dia akan menangis sangat keras. Dibulan ke-3 aku sakit cacar, anakku juga tertulari, dan proses menyusui tetap berjalan, penuh dengan air mata sakit dan sedih. Sakit karena kondisi fisikku sangat lemah, cacarku lumayan parah, seluruh badan dan wajah, dan pusat cacar ada didaerah dada. Sedih, karena anakku juga mengalami hal yang sama, dia sangat rewel, karena sakit dan ASI yang berkurang. Sekitar 2 minggu kejadian  itu, dan proses menyusui tetap berjalan.

Pasca cacar, aku harus masuk kantor. Meninggalkan anak menjadi hal yang tersulit. Anakku tidak mau meminum memakai dot yang berisi  ASI perahan. Hunting dot dimana-mana, semua merk sudah dicoba, anakku tetap menolak. Akhirnya dia meminum ASIP dengan bantuan sendok. Badannya menurun drastis.

Dikantor aku memeras ASI sebanyak 2 kali, dan sempat pulang menyusui anakku dijam istirahat.  Dan akhirnya setelah mencoba banyak merk, anakku mau mimu pakai dot yang bermerk chicco. Aku lega.  Akhirnya  ASI exclusivenya lulus.

Beberapa bulan sejak menyusui, muncul benjolan  dipayudaraku. Dokter kemudian menyarankan operasi. Tapi Aku memutuskan dioperasi angkat benjolan tersebut saat anakku berumur 7 bulan. Supaya dia tidak terlalu tergantung dengan ASI karena sudah mulai makan bubur. Nginap dirumah sakit 1 malam, sambil tetap peras ASI. Besoknya pulang, minta istirahat dirumah saja karena alasan ada bayi. Luka bekas operasi lumayan lama sembuh, luka infeksi karena selalu kena ASI. Sampai dipasangkan semacam alat mirip keteter bekas operasinya. Dan diperiode itu, aku tetap menyusui anakku.

Zsekarang adek sudah berumur 14 bulan, masih doyan minum ASI, dengan berbagai macam posisi, sambil nungging, sambil jongkok, sampai bentuk payudara tidak karuan.

Alhamdulillah jarang sakit, diumurnya yang 14 bulan, kedokter baru 1 kali, waktu cacar itu. Pernah beberapa kali badan demam ketika tumbuh gigi saja. Kalau beringus, dia cepat pulih dengan sendirinya tanpa minum obat. Rasanya semua perjuanganku menyusuinya, terbayar lunas melihatnya sehat dan lincah.

24 Agu 2014

Sayang dan Maaf

Banyak hal yang kulakukan bersama anakku, kulakukan karena dulu tidak kudapatkan. Salah satunya, mengungkapkan kata sayang. Dulu, almarhumah Ibuku, kurang expressive mengungkapkan kata sayang padaku, walaupun tentu saja aku yakin beliau menyayangiku. Dari cara beliau khawatir ketika aku sakit, dari ketegasannya mengharuskan kami sarapan pagi setiap hari, dari kerepotan beliau mengurus segala keperluan sekolah kami. Kami yakin beliau mencintai anak-anaknya.

Tapi rasanya penting mengungkapkan rasa sayang itu…..

Sejak kecil, mungkin setiap hari aku mengatakan sayang pada anak-anakku, khususnya  kepada Naylah yang sudah banyak mengerti.  Semakin dia membesar, semakin sering pula kata sayang itu muncul. Semakin dia membesar, semakin besar pula ketakutanku dia “menjauh”. Mungkin ini efek perasaan bersalah tidak memberikan ASI exclusive pada Naylah.  Sampai dia hapal benar detik-detik ketika mantra itu akan disebut “ Mama, sayang… …”. Dia akan menyambung dengan namanya, tidak lupa menyebut nama adik Ayyan dan bapaknya.  Paling sering disebut disetiap acara masak-masak dan dia membantuku. Dia suka membantu, memetik sayuran dan menumbuk sambal…lebih banyak merepotkannya sih daripada membantunya. Sambil metik-metik kami bersayang-sayang ria.
Naylah juga selalu mengekorku sholat dirumah, setiap selesai sholat, tidak menunggu acara berdoa, selesai salam aja, pasti langsung kupeluk dia, kucium keningnya dan mengatakan sayang. Dzikir dan berdoanya belakangan.
Juga pada saat menemaninya bermain, nonton bersama, mau tidur, mau kekantor. Hampir disegala suasana kata-kata sayang itu muncul.
Hasilnya…
Diumurnya yang ke empat, Naylah sangat sensitive dan peka dengan suasana hatiku. Sering kalimat ini muncul.
“mama sedih ya”
“kenapa mama sedih” kalau kujawab “tidak sedih”, pertanyaannya menjadi
“ Mama mengantuk ya”
“ Naylah sayang mama” (sambil peluk-peluk)
Naylah sangat sering mengatakan sayang padaku, juga pada adik dan bapaknya.
Bulan Ramadan kemarin, saya selalu mengajaknya ke Mesjid sholat taraweh, sampai risih dengan jamaah yang lain, setiap saat Naylah menciumku dan mengatakan sayang .
Setiap kali dia merasa bersalah, dia akan bilang “ Naylah sayang Mama”. Kalimat itu juga yang akan muncul kalau memarahinya. Disertai kalimat “ Jangan marah sama Naylah ma, nanti Naylah sedih”. Bikin hati panas jadi dingin seketika.
Aku juga terbiasa meminta maaf ke anakku, khususnya jika sudah memarahinya dengan memakai emosi. Hampir tiap hari juga aku meminta maaf padanya. Sebagai anak yang super lincah, ada- ada saja kelakuannya yang bikin kepala hampir meledak menahan kesabaran. Bagaimanapun seringnya kuusap-usap dadaku menahan marah, ada saja yang membuat meledak. Misalnya lompat dari ranjang, mendarat di dekat kepala adiknya yang masih bayi. Berguling-guling dan hampir menindih perut adiknya. Kalau dipikir-pikir yang bikin emosi meledak memang diseputar jika dia hampir melukai dirinya dan adiknya. Kalau masalah menumpahkan air, melukis-lukis jendela,menggunting rambutnya, menggunting bajunya, sudah tidak mempengaruhi emosiku lagi. Nah, jika kejadian yang hampir melukai adik atau dirinyalah yang membuat ilmu parenting “jangan memarahi anak saat emosi” menjadi terlupakan. Kalimat-kalimat maafku akan segera meluncur jika sudah memarahinya. Setelahnya kami akan berpelukan, dan saling menyayangi.
Ternyata kebiasaan ini juga menular ke dia. Dia menjadi terbiasa meminta maaf, cukup memasang tampang sedih atau memasang tampang acuh, dia akan bertanya dan meminta maaf. Walaupun tentu saja dia akan mengulangi kesalahannya dihitungan menit.
Aku menyadari, kedekatan tidak akan ada selamanya, anak-anak semakin hari semakin membesar. beberapa tahun kedepan, mereka akan sibuk dengan kegiatan ini itu, alangkah sebentarnya waktu bisa menikmati waktu bersama mereka. kelak kuharap ketika mereka pergi meraih mimpi dan cita-cita, walau fisik kami tak bersama, kuharap hati kami  tetap dekat.