24 Agu 2014

Sayang dan Maaf

Banyak hal yang kulakukan bersama anakku, kulakukan karena dulu tidak kudapatkan. Salah satunya, mengungkapkan kata sayang. Dulu, almarhumah Ibuku, kurang expressive mengungkapkan kata sayang padaku, walaupun tentu saja aku yakin beliau menyayangiku. Dari cara beliau khawatir ketika aku sakit, dari ketegasannya mengharuskan kami sarapan pagi setiap hari, dari kerepotan beliau mengurus segala keperluan sekolah kami. Kami yakin beliau mencintai anak-anaknya.

Tapi rasanya penting mengungkapkan rasa sayang itu…..

Sejak kecil, mungkin setiap hari aku mengatakan sayang pada anak-anakku, khususnya  kepada Naylah yang sudah banyak mengerti.  Semakin dia membesar, semakin sering pula kata sayang itu muncul. Semakin dia membesar, semakin besar pula ketakutanku dia “menjauh”. Mungkin ini efek perasaan bersalah tidak memberikan ASI exclusive pada Naylah.  Sampai dia hapal benar detik-detik ketika mantra itu akan disebut “ Mama, sayang… …”. Dia akan menyambung dengan namanya, tidak lupa menyebut nama adik Ayyan dan bapaknya.  Paling sering disebut disetiap acara masak-masak dan dia membantuku. Dia suka membantu, memetik sayuran dan menumbuk sambal…lebih banyak merepotkannya sih daripada membantunya. Sambil metik-metik kami bersayang-sayang ria.
Naylah juga selalu mengekorku sholat dirumah, setiap selesai sholat, tidak menunggu acara berdoa, selesai salam aja, pasti langsung kupeluk dia, kucium keningnya dan mengatakan sayang. Dzikir dan berdoanya belakangan.
Juga pada saat menemaninya bermain, nonton bersama, mau tidur, mau kekantor. Hampir disegala suasana kata-kata sayang itu muncul.
Hasilnya…
Diumurnya yang ke empat, Naylah sangat sensitive dan peka dengan suasana hatiku. Sering kalimat ini muncul.
“mama sedih ya”
“kenapa mama sedih” kalau kujawab “tidak sedih”, pertanyaannya menjadi
“ Mama mengantuk ya”
“ Naylah sayang mama” (sambil peluk-peluk)
Naylah sangat sering mengatakan sayang padaku, juga pada adik dan bapaknya.
Bulan Ramadan kemarin, saya selalu mengajaknya ke Mesjid sholat taraweh, sampai risih dengan jamaah yang lain, setiap saat Naylah menciumku dan mengatakan sayang .
Setiap kali dia merasa bersalah, dia akan bilang “ Naylah sayang Mama”. Kalimat itu juga yang akan muncul kalau memarahinya. Disertai kalimat “ Jangan marah sama Naylah ma, nanti Naylah sedih”. Bikin hati panas jadi dingin seketika.
Aku juga terbiasa meminta maaf ke anakku, khususnya jika sudah memarahinya dengan memakai emosi. Hampir tiap hari juga aku meminta maaf padanya. Sebagai anak yang super lincah, ada- ada saja kelakuannya yang bikin kepala hampir meledak menahan kesabaran. Bagaimanapun seringnya kuusap-usap dadaku menahan marah, ada saja yang membuat meledak. Misalnya lompat dari ranjang, mendarat di dekat kepala adiknya yang masih bayi. Berguling-guling dan hampir menindih perut adiknya. Kalau dipikir-pikir yang bikin emosi meledak memang diseputar jika dia hampir melukai dirinya dan adiknya. Kalau masalah menumpahkan air, melukis-lukis jendela,menggunting rambutnya, menggunting bajunya, sudah tidak mempengaruhi emosiku lagi. Nah, jika kejadian yang hampir melukai adik atau dirinyalah yang membuat ilmu parenting “jangan memarahi anak saat emosi” menjadi terlupakan. Kalimat-kalimat maafku akan segera meluncur jika sudah memarahinya. Setelahnya kami akan berpelukan, dan saling menyayangi.
Ternyata kebiasaan ini juga menular ke dia. Dia menjadi terbiasa meminta maaf, cukup memasang tampang sedih atau memasang tampang acuh, dia akan bertanya dan meminta maaf. Walaupun tentu saja dia akan mengulangi kesalahannya dihitungan menit.
Aku menyadari, kedekatan tidak akan ada selamanya, anak-anak semakin hari semakin membesar. beberapa tahun kedepan, mereka akan sibuk dengan kegiatan ini itu, alangkah sebentarnya waktu bisa menikmati waktu bersama mereka. kelak kuharap ketika mereka pergi meraih mimpi dan cita-cita, walau fisik kami tak bersama, kuharap hati kami  tetap dekat.

0 komentar:

Posting Komentar

Ada palekko ada kanse
Disantap dengan sambal cobek tumis
Leave any comment please
Yang penting tidak bikin penulis meringis