28 Jun 2016

Happy 7th Anniversary!

2001-2016, berarti saya mengenalnya sudah 15 Tahun!

Anaknya kalem, jarang ngomong, jarang ribut, jarang nongkrong dengan temannya. Penampilannya pun beda dengan kakak kelas yang lain. Rambut secenti, badannya yang proporsional dibalut kemeja rapi digulung setengah lengan. Pertama liat saya langsung suka, dia handsome (hei..ingat selera orang beda-beda!)

Well benar, saya suka curi-curi pandang, melirik malu setiap melihatnya di kampus. Sayangnya sistem perkuliahan di UNM sangat jarang mempertemukan junior dan senior sekelas. Universitas ini menerapkan sistem pemisahan kelas untuk mahasiswanya, macam waktu di SMU saja. Kalau kamu masuk di kelas A, bisa dipastikan tiap hari kamu akan terus bersama-sama dengan teman kelasmu dari semester awal sampai akhir di semua mata kuliah. Berbeda dengan Unhas, mahasiswa bebas memilih kelas, memilih mata kuliah, bahkan memilih dosen yang mengajarnya. (dulu ya, tidak tahu sekarang)

Jadi kami sangat jarang duduk bersama dalam ruang kuliah, senior idaman yang cool itu hanya bisa saya pandang dari jauh hahaha.

Waktu berlalu, saya mulai geer, dia juga sering ketangkap mata melirik saya (geli menulis bagian ini). Akhirnya setiap ketemu pasti bertegur sapa. Bahkan seorang sahabat yang memperhatikan kelakuan kami pun menyadarinya, mata kami selalu saling mencari.

Momen teromantis antara saya dan dia hanya satu kali jalan ke mall sebagai teman. Oh ya pernah juga janjian pergi bareng di acara Spending Night English Club yang ternyata acaranya super membosankan. Kami tidak pernah berpacaran. Malah saya akhirnya jadian dengan orang lain dan dia pacaran dengan teman angkatan saya. Mirip lagu Broery Marantika dan Dewi Yul saja, kau disana aku disini :D

Di masa kuliah saya pernah sakit, sampai harus cuti satu semester. Cowok idaman ini menelpon, senangnya luar biasa. Karena tahu dia orangnya pemalu, pasti dia mengumpulkan keberanian buat memencet nomer teleponku. Sikap manisnya itu terekam di benak sampai sekarang. Waktu itu walaupun cuti, saya juga mempersiapkan skripsi, saking happy-nya sempat-sempatnya saya  meluangkan waktu dari kesibukan mengetik skripsi untuk menulis percakapan kami di telepon, tulisan panjang dalam Bahasa Inggris acakadut di komputer. Mungkin datanya masih tersimpan sampai sekarang. What a lebay girl!

Tidak terasa sudah 15 tahun berlalu sejak perkenalan pertama. 7 tahun yang lalu cowok idaman melamar setelah 6 bulan sebelumnya menyatakan cinta. Laki-laki itu mau jadi bapak anak-anakku, fyi, he is the smartest person I've ever met. Dia serba bisa dan tidak pernah gagal dalam tes tertulis. Dia utusan kabupatennya untuk mengikuti lomba matematika waktu SMU, dia menjadi mahasiswa berprestasi dengan nilai tertinggi seuniversitas di angkatannya. Dia yang bisa memperbaiki perabot yang rusak, bisa membuatkan saya pagar kokoh dan dapur yang indah di kemudian hari, dia yang telah mencuri hati sejak perkenalan pertama .. akhirnya memilihku jadi mempelainya. Tsaahhh (dilarang muntah!)

Malam ini..

Pa..tahu ndak saya sudah sukaki sejak perkenalan pertama
Hening…
Kita iyya?”
samaji” katanya salah tingkah
Aiii curang, ikut-ikutanjeki!”
Bah..iya saya suka-sukami juga
Kita sayangka kah?”
kalau bisa ditimbang itu perasaan, pasti sayangku lebih besar dari kita

Iyahhh, memang seperti gombal tapi hatiku membuncah, mendekapnya semakin erat, dan tidak usahlah ya saya cerita apa yang terjadi selanjutnya :D

Terima kasih untuk tujuh tahun yang kau jalani bersamaku, semoga apapun riak dan gelombang kehidupan kelak, selalu mampu ditaklukkan oleh dirimu, nahkodaku. Amin

Happy 7th Anniversary!

16 Jun 2016

Tips Sukses Khatam Al Quran Untuk Ibu Rumah Tangga

Tips Sukses Khatam Al Quran Untuk Ibu Rumah Tangga. Sebenarnya agak ragu juga untuk memposting tulisan ini. Malu karena saya bukan yang orang kompeten di bidang ini, ustadzah bukan, ahli khatam Al Quran juga bukan. Kalau semangat berbagi lewat tulisan iya hehehe. Nah mumpung bulan ini adalah waktu meraup pahala sebanyak-banyaknya, saya ingin share tips mengkhatamkan Al Quran versi saya. Ini benar-benar hanya dari pengalaman sendiri saja, jika ada hal-hal yang mungkin salah atau keliru, silahkan ditambah atau dikoreksi di kolom komentar.

Untuk mempersempit pembahasan, saya memfokuskan tips dan trik ini kepada ibu-ibu saja, baik ibu rumah tangga fulltime maupun ibu yang juga bekerja di luar rumah. Pertimbangannya, ibu-ibulah yang paling repot di bulan Ramadan, mulai dari menyiapkan sahur, membangunkan seisi rumah, menyiapkan buka puasa, beres-beres rumah, dan lain-lain yang akan luar biasa panjang jika di-list. Dengan aktivitas seabrek itu, sangat dimaklumi ibu-ibu tidak seleluasa kaum pria membaca Al Quran. Belum lagi dengan keterbatasan waktu akibat ada periode haid kaum perempuan. Tapi dengan kegiatan super banyak itu kita tidak mau dong ketinggalan, sampai kehilangan kesempatan mendapatkan pahala mengkhatamkan Al Quran minimal 1 kali di bulan Ramadan.
Tips-Sukses-Khatam-Al-Quran-Untuk-Ibu-Rumah-Tangga

Saya coba menuliskan 10 tips menamatkan Al Quran versi saya ya:

1. Buat target

Sebelum memasuki bulan ramadan, luangkan waktu beberapa menit untuk membuat target amalan di bulan Ramadan. Sebaiknya target tersebut ditulis agar tidak lupa, jika mau, bisa di print dan ditempel di kamar, jadi kalau lagi malas bisa semangat lagi setelah melihat pajangannya. Target khatam Al quran dibuat dengan realistis, jangan ambisi khatam 5 kali misalnya, kalau di tahun sebelumnya 1 kali khatam saja tidak bisa hehehe. Pokoknya harus terukur dan bisa dicapai. Oh ya, dalam membuat target, pertimbangkan juga berkurangnya waktu kita baca al quran selama seminggu karena haid.

2. Tetapkan waktu harus selesai 1 juz

Mengaji memang sebaiknya dilakukan sewaktu-waktu kapanpun kita mampu, tapi usahakan menetapkan 1 atau 2 waktu harus menyelesaikan 1 juz. Misalnya setelah sholat isya atau subuh. Kalau saya biasanya setelah sholat subuh jika sedang shift siang di kantor, karena saya punya waktu yang panjang untuk tidur setelahnya (jangan ditiru). Tapi jika shift pagi, saya menetapkan waktu setelah sholat isya. Penetapan waktu ini disesuaikan dengan kondisi masing-masing ya. Nah, sisanya selembar dua lembar bisa dilakukan kapan saja kita bisa.

3. Baca lebih cepat

Saya membaca lebih cepat dari biasanya. Jika di bulan lain membaca dilambat-lambatkan, di bulan Ramadan saya menambah kecepatannya. Alasannya apa? Bukan apa-apa sih, dari pengalaman saya pribadi saja, kalau bacanya lambat biasanya saya merasa selembar itu sangat panjang dan lama, membuat saya mudah bosan. Apalagi kalau mulai menghitung lembarannya kapan pindah juz, saya frustasi kok lembarannya sepertinya tidak kurang-kurang. Beda kalau baca cepat, ketika ngecek berapa lembar lagi, eh tau-tau sisa 1-2 lembar, jadinya tambah semangat.

Tapi harus diingat juga, walau cepat harus tetap diusahakan bacanya memperhatikan tajwid ya bu ibu.
Note : Lebih sering baca Al Quran akan berbanding lurus dengan kemampuan kita membaca cepat.

4. Membaca dengan melafalkannya

Ini kebiasaan saya saja, ingat pembuka di atas ya, ini kebiasaan saya hehehe.
Biasanya saya membacanya dengan melafalkannya, tidak perlu bersuara kencang, cukup lirih saja, asal terdengar oleh telinga sendiri. Lagipula kalau kencang, tenggorokan bisa kering, bisa cepat haus :p

Saya jarang membaca dalam hati, nanti jatohnya malah mengantuk, apalagi kalau ngajinya subuh, bisa-bisa malah ngorok :D

5. Delegasikan pekerjaan yang bisa didelegasikan

Yes, saya mendelegasikan pekerjaan. Saya beruntung punya adik perempuan yang tinggal serumah, dia banyak membantu saya mengerjakan tugas rumah yang tidak ada habisnya. Jadi saya tidak terlalu capai, pulang kantor, harus urus anak, harus pula mencuci piring misalnya. Kalau semua kita yang kerja, badan akan lelah. Kalau sudah begitu mana punya tenaga buat mengaji.

6. Mengusahakan tidur berkualitas

Untuk ibu-ibu yang tidak punya asisten atau adik yang bantu bagaimana? Usahakan punya waktu tidur berkualitas, karena bagaimanapun capeknya kalau sudah tidur dengan nyenyak, insya Allah kekuatan akan pulih kembali, jadi punya tenaga lagi untuk beres-beres rumah dan membaca Al Quran.

7. Bawa Al Quran kemana saja

Bawa serta Al Quran kemanapun kita pergi termasuk ke kantor. Jadi tilawah bisa dilakukan kapan pun ada kesempatan. Kalau sedang cukup tidur malamnya, saya biasanya ngaji ba’da dzuhur di kantor. Tapi kalau kurang tidur, saya memilih istirahat saja, nanti habis isya baru lunasi 1 juznya.

8. Tidak membaca lewat gadget

Nah, ini penting juga buat saya. Memang dalam gadget semua serba ada, tinggal download atau install saja, al quran mudah dibaca kapan dan dimana saja. Apalagi, gadget kan selalu dibawa serta kemanapun kita pergi.

Tapi saya lebih menyukai al quran asli.

Alasannya:

Kalau lewat gadget, saya bisa terganggu dengan godaan media sosial, bunyi notifikasinya bisa membuyarkan konsentrasi tilawah. Memang sih bisa di setting plane mode, tapi bisa jadi di tengah tilawah tergoda ngecek kan? Belum lagi kalau hpnya lowbat, keinginan membaca al quran bisa ikut lobet gara-gara harus ngecash dulu. Ditambah lagi alasan kesehatan, kalau baca Al quran lewat hp juga, kapan istirahatnya kita terpapar radiasi, pokoknya banyaklah alasan yang membuat saya memilih Al quran asli daripada android.

9. Kurangi keaktifan di medsos

Anehnya setelah bikin target amaliah, saya malah lebih produktif ngeblog hehehe. Tapi sebisa mungkin mengurangi mengintip facebook, twitter, dll. Tidak blogwalking dulu selain balas BW teman yang komentar di blog. Pahala membaca Al quran luar biasa banyak di bulan suci ini, tapi bersilaturahmi di medsos bisa dilakukan di bulan apa saja, ya kan?

10. Berlomba dengan partner

Coba deh kejar-kejaran khatam juz atau tadarus dengan suami, pasti seru!

Hmm apalagi ya? Sepertinya cukup 10 itu saja. Mudah-mudahan bisa bermanfaat, minimal jadi pengingat dan tidak menjadi ujian bagi saya sendiri. Karena sejatinya tulisan itu adalah ujian bagi penulisnya.

Baca juga Tips Mengajar Anak Membaca Al Quran

14 Jun 2016

Membuat Topeng Spiderman Sendiri

Membuat Topeng Spiderman Sendiri. Adek Ayyan (3th) menyukai Spiderman. Rasanya sudah agak lama hal itu berlangsung, sejak idola sebelumnya si Balveer sudah mulai jarang dia sebut.

Suatu hari saya berbincang dengan Adek:

Mama : “Dek, kalau besar mau jadi apa? Polisi?”
Adek : “Adek jadi Spiderman saja, polisi kalah, Spiderman kuat”

Jadi rupanya, Adek mengidolakan Spiderman karena tokoh hebat itu bisa mengalahkan segalanya. Ajaibnya, Adek selalu menyebut nama Spiderman jauh sebelum dia menonton filmnya. Bahkan saya tidak tahu dimana dia mengenal manusia laba-laba itu pertama kali. Karena baru beberapa pekan yang lalu dia melihat aksi spiderman di layar kaca. Kebetulan Pap Nay menonton pemutaran ulang filmnya di TV. Adek yang kebetulan main di dekat bapaknya, ikut nonton. Adek terlihat serius sekali, dia mengikuti dari awal sampai akhir.

Setelahnya, tambah hebohlah dia dengan si Spidy, dia baru tahu idolanya itu bisa mengalahkan kadal jahat yang jadi lawan Spiderman di film tersebut. Sejak itu, semua keinginan Adek seputar spiderman saja, hadiah ulang tahun pun dia minta mainan spiderman.

Jadi, beberapa hari belakangan ini setiap melihat penjual mainan, saya pasti mencoba menanyakan keinginan Adek kepada penjualnya. Tapi tidak ada satupun toko yang menyediakan mainan spiderman, apalagi topengnya, tidak ada sama sekali, yang tersedia kebanyakan topeng karakter kartun yang lain. Oh ya ada satu, tapi spidermannya warna hitam, spidy gadungan yang jahat. Untungnya Adek tetap menyukai mainan dari plastik itu. Beberapa hari dia selalu membawanya kemanapun dia berada, sampai tidurpun si spidy hitam harus bersamanya.

Beberapa hari kemudian, ternyata Adek tetap menagih topeng spiderman. Pap Nay terpaksa mencari kertas foto, searching gambar kepala spiderman, mengeprintnya, mengguting, lalu membuatnya jadi topeng. Adek senang sekali. Sayangnya kertas itu cepat rusak, karet gelang yang mengikatnya selalu terlepas karena lobangnya robek.
Adek dengan topeng spiderman dari kertas
Adek mulai lagi menyebut-nyebut topeng yang baru.
Suatu sore, sepulang dari kantor. Saya disambut Adek sedang memakai topeng.  Topengnya masih setengah jadi, hanya berupa kain berbentuk kepala dengan mata. Adek tidak mau melepasnya.

Ternyata Pap Nay membuat topeng spiderman untuk Adek. Topeng masih dalam proses pembuatan, sudah diambil alih oleh Adek. Untungnya setelah dibujuk, Adek mau melepasnya.

Ini saya share ya cara membuat topengnya. Tapi maafkan kalau minim gambar, karena saya tidak melihat prosesnya dari awal. Tidak apa-apa ya, yang penting mengerti :)

Membuat bentuk kepala

Gambar pola di kain merah mengikuti pola ini.
sumber gambar : Dali Lomo
Ukurannya disesuaikan dengan ukuran kepala anaknya. Lalu Gunting kain mengikuti pola .

Pap Nay meggunakan kain dari baju kaos merah. Sebenarnya baju itu masih baru, tapi karena jarang dipakai, jadilah dia dikorbankan.

Membuat mata
Mata dibuat dari karet atau plastik. Kalau yang Pap Nay buat dari mainan tokek Adek yang sudah rusak. Usahakan modelnya sudah cembung, supaya punya ruang lapang untuk mata, agar bulu mata anak tidak tersangkut. 

Lekatkan jaring hitam dengan cara menjahitnya. Oh ya, jaring hitam yang Pap Nay pakai dari jaring tas ransel yang rusak, itu lho semacam kantong kecil di pinggiran ransel.
 Daritadi sepertinya kerjanya merusak barang-barang saja ya :D
Setelah jadi tampilan mata seperti ini.
Matanya dibuat lebar
Oh ya, biarkan matanya agak besar, supaya anaknya tidak kehabisan nafas saat memakainya, karena spiderman kan tidak punya hidung :D

Memasang resleting
Resleting diambil dari celana kantor yang sudah lusuh, dilepas dari celananya, kemudian di Jahit di bagian belakang topeng. Ini perlu juga, supaya topengnya ngepas di kepala.

Menjahit resleting pakai mesin jahit jadul pemberian mami

Topeng spiderman tampak belakang

Membuat motif laba-laba
Gambarlah jaring laba-laba menggunakan spidol permanen berwarna hitam, gambar full dari depan ke belakang.

sumber gambar : Dali Lomo



Topeng Spiderman buatan sendiri sekarang siap digunakan.
Semua menggunakan bahan bekas, jadi minim biaya. Karena berbahan kain, topengnya juga tidak cepat rusak. Sebenarnya kalau punya kain merah lebih, bisa sekalian membuat baju dan celananya, sayangnya kaos merahnya sudah habis.
Bagaimana reaksi Adek? Wuih jangan dikata, dia senang luar biasa.

Setelah topengnya jadi, dia memakainya sepanjang hari itu. Meniru-niru tingkah laku spiderman, merayap-rayap, melompat, memasang kuda-kuda siap melempar jaring.

Alhamdulillah, anak riang, bapaknya senang, dompet emaknya aman.

13 Jun 2016

Festival Lampion Parepare



Festival Lampion Parepare. Ahad, tgl 5 Juni kemarin, Festival lampion se-Sulselbar di selenggarakan di Parepare. Perhelatan ini kerjasama antara pemda Parepare, kerukunan umat Budha, dan Dinas Pemuda & Pariwisata (DOPP) kota Parepare, serta disponsori oleh salah satu perusahaan rokok di Indonesia.

Karena evennya pas di akhir minggu, saya mamah pekerja yang akhir-akhir ini kurang tamasya, menyambut baik acara ini. Jauh hari sudah mewanti-wanti Pap Nay yang jadi panitia di dinasnya agar membawa saya dan anak-anak ikut serta.

Singkat cerita, tibalah hari H.

Saat kami tiba, hujan masih rintik-rintik. Tapi lampion sudah banyak bertebaran di atas langit. Rupanya acara sudah dimulai sejak tadi.

Bergegas kami mendaftar di Stand DOPP, panitia membagikan lampion untuk masing-masing pengunjung. Kabarnya lampion yang disediakan untuk event ini lumayan banyak, sekitar 1000an lampion, dan DOPP sendiri diberi jatah 150 lembar. Selain lampion, Stand DOPP juga menyediakan kue kotak untuk pengunjung yang bersedia mengisi buku tamu di sana.



Pengunjung Stand DOPP

Saya baru tahu proses menerbangkan lampion di acara ini. Di dalam balon lampion yang terbuat dari kertas khusus itu, terikat sesuatu serupa karet berbentuk persegi, nantinya benda inilah yang menjadi bahan bakar lampion, panasnya api akan membuat kertas lampion menggelembung sempurna. Seiring waktu, lampion semakin lama semakin panas dan berat. Saat demikianlah lampion siap untuk terbang.

Kertas lampion sangat tipis, sehingga sangat rawan terbakar. Makanya pelepasan lampion diadakan di pinggir laut, jadi tidak ada pohon atau rumah yang akan menghalangi lampion terbang. Walaupun demikian, untuk jaga-jaga, panitia juga sudah menyiapkan mobil pemadam kebakaran beserta krunya di lokasi.

Mobil pemadam kebakaran siap siaga


Festival Lampion ini diadakan di Pantai Mattirotasi, berpusat di halaman gedung UKM kota Parepare. Sebenarnya pelepasan lampion masih serangkaian dengan prosesi acara keagamaan dan ritual perayaan Waisak yang diadakan di dalam gedung. Tapi oleh panitia boleh disaksikan oleh masyarakat asalkan tidak mengganggu jalannya ritual tersebut.


Ritual pelepasan Lampion oleh pemuka agama Budha

Dalam kepercayaan umat Budha, menerbangkan lampion memiliki makna tersendiri. Ritual ini merupakan penghormatan kepada Budha yang telah memberikan jalan terang kepada manusia. Oleh mereka, pelepasan lampion juga diawali dengan memanjatkan harapan dan cita-cita, agar bisa tercapai tahun ini dengan lancar. 


Pengunjung yang memang dibagikan lampion juga mencoba menerbangkannya, tak terkecuali kami. Adek Ayyan yang sejak awal tertarik dengan benda aneh yang mirip bola besar itu juga ikut memperhatikan. Dia serius melihat prosesnya sejak awal, mulai saat  api dinyalakan sampai lampionnya terbang. Kakaknya juga tidak mau ketinggalan,  Naylah bahkan memaksa ingin memegang juga lampion yang siap terbang tersebut.
Adek memperhatikan api lampion dinyalakan
Pap Nay menerbangkan lampion
beberapa pengunjung mencoba menerbangkan lampion

Di pelataran gedung, ada suatu pemandangan yang menarik. Di situ berdiri sebuah patung Budha raksasa yang kepalanya hampir menyentuh atap. Awalnya ada larangan untuk mendekati areal itu, tapi segera setelah acara ritual perayaan waisak selesai, berubah menjadi spot foto-toto pengunjung, tak terkecuali rombongan kami :)



Saya kurang tahu hubungannya apa, tapi di pesta Lampion ini beberapa orang membawa peliharaannya, ada ular piton, iguana dan kucing Persia. Saya yang pernah pobia dengan ular, tidak berani terlalu mendekat. Berkebalikan dengan Kakak Naylah dan Adik Ayyan, mereka berani memegang ular!

Anak sholehnya mama memang berani!


Princess Naylah yang solihat juga tidak kalah beraninya
Walaupun di awal acara, hujan sempat turun, tapi ternyata tidak mengurangi antusias masyarakat untuk ikut menyaksikan pesta lampion ini. Sampai-sampai Naylah dan Adek Ayyan bertemu teman-teman ciliknya di sini.

Dari kiri ke kanan: Nuno, Key, Rizky, Adek Ayyan & kakak Naylah

Ada kebiasaan masyarakat sebelum ramadhan tiba, sehari-dua hari menjelang puasa, mereka akan menyambangi tempat wisata untuk rekreasi. Festival lampion ini menjadi alternatif wisata. Hari itu pemandangan langit beda dari  biasanya, kerlip lampion menghias kegelapan,  menjauh, membawa harapan orang yang mempercayainya, terbang menuju tempat tertinggi yang bisa dicapainya.

*****
Many thanks untuk Mas Hadi @the_bettencourt dan Mas Aji @sabbathaji untuk pinjaman foto-fotonya





7 Jun 2016

Mengantuk

Mengantuk
 
Utta ngikik.
 
Astagafirullah, rupanya dia melihat saya tertidur sambil menelpon.
 
Bang Jun menelpon dari DPC, kita akan cross check inputan movement kayak biasa. Karena aplikasi yang saya buka kadang lambat, ada jeda menunggu sekian detik, saat itulah saya tertidur.
 
Hari pertama puasa ini memang berat buat mata saya.
 
Selepas magrib saya temani Nay baca iqro. Sedangkan Pap Nay ke Masjid, dia ajak juga sih tapi saya ogah ikut karena masih ragu besok sudah hari pertama puasa, lagipula anak-anak sedang makan malam, saya lagi repot menyuap mereka. Saya baru yakin setelah mendengar sholat taraweh sudah dimulai di Masjid.
 
Pukul 21.00
 
Saya mulai persiapkan sahur. Terlalu cepat ya hehehe. Pertimbangannya sih nanti pas subuh tinggal dipanaskan saja, jadi tidak terlalu repot lagi. Masaknya juga menu simple saja; nasi, sayur bayam jagung, dan Ikan Bandeng bakar. Semua done sejam kemudian.
 
Pukul 22.00
 
Tiba-tiba air PDAM yang mogok beberapa hari ini mengalir. Saya lega, akhirnya pakaian kotor yang menumpuk 2 keranjang penuh hasil pakai seminggu bisa dicuci. Dibantu Mia, pakaian mulai dipilah-pilah, dan mulai dimasukkan ke dalam mesin cuci. Tak disangka, pemutar mesin cuci memercikkan api, mungkin ada yang korslet. Terpaksa, cucian serupa bukit barisan yang tergelar di lantai itu saya putuskan direndam sabun. Saya tunggu beberapa menit, lalu saya KUCEK. Pukul 10 malam, mata ngantuk, badan lelah, dan saya mencuci saudara-saudara!

Pukul 24.00
 
Sudah tengah malam, tapi cucian saya belum juga selesai, sementara badan sudah tidak sanggup. Kalau kelamaan bisa-bisa saya kena encok. Anak-anak juga sudah lewat waktu tidurnya, jadi sekarang masih ada 2 baskom penuh cucian terendam di kamar mandi.
 
Pukul 01.00
 
Tiba-tiba pintu ada yang ketok. Ternyata Ucci, adek saya yang biasanya nginap di konter pulsanya pulang ke rumah. Mata yang rasanya baru saja tertutup terang kembali. Setelahnya saya tidak bisa nyenyak.
 
Pukul 03.00
 
Alarm Hp Mia berdering. Dia tidak menggubrisnya. Membiarkannya berbunyi, suaranya nyaring, padahal dia tidur di kamar sebelah. Saya juga malas bangkit, bangun sekarang rasanya terlalu cepat. Toh semua makanan sudah siap. Saya mencoba tidur lagi.
 
Pukul 03.30
 
Giliran hp saya yang berteriak, disusul punya Pap Nay. Tiga alarm bunyi sahut menyahut sekarang. Saya bangun sholat.
 
Pukul 04.00
 
Acara makan sahur selesai. Naylah yang baru belajar puasa pertama kali, ikut makan juga. Membujuk dia yang masih mengantuk untuk makan sangat sulit. Untungnya setelah disuap, nasinya habis juga.
 
Pukul 04.30
 
Adek Ayyan bangun, minta dibuatkan susu, merajuk minta dikeloni sampai tidur lagi. Karena khawatir subuhnya lewat, saya memutuskan tidur sambil duduk.
 
Pukul 05.00
 
Sholat subuh.
 
Pukul 09.00
 
Inilah saya sekarang, menelpon dengan mata terpejam. Ngantuknya seng ada lawang.
 
Selamat berpuasa teman-teman.

6 Jun 2016

Kerja itu Bawa ID Card, Bukan Bawa Perasaan

Kerja-itu-Bawa-ID-Card-Bukan-Bawa-Perasaan

Kalimat di atas saya baca dari screen saver laptop kantor. Saya memang bekerja di kantor yang terkenal dengan ide-ide kreatifnya dalam mengiklankan produk. Tidak hanya soal iklan, dalam hal memotivasi karyawan pun bagian kreatifnya patut diberi jempol. Jadi kalau kita meninggalkan meja kerja, pas balik nanti, layar si lappi akan memunculkan screen saver, gambarnya bagus-bagus disertai kalimat-kalimat motivasi. Salah satunya kalimat yang jadi bahan postingan kali ini “Kerja itu Bawa ID Card, Bukan Bawa Perasaan!”

Menurut survey, aduh maaf lupa baca dimana (blogger malas browsing), urusan baper ini salah satu penyebab stress lho. Orang yang kerja di tempat yang lingkungan kerjanya tidak harmonis lebih gampang stress dibandingkan dengan yang minim acara baper-baperan.

Saya kebetulan kerja di tempat yang hampir 95 persen karyawannya adalah laki-laki. Dan karena itu saya merasa beruntung. Walaupun tentu saja ada juga minusnya (tidak usah dibahas di sini)

Nyamannya kerja dengan kaum Adam adalah karena mereka makhluk yang tidak sensitif, tidak suka baper. Mereka lebih mengedepankan logika, bukan perasaan. Tidak seperti perempuan, yang diciptakan oleh Allah memang lebih halus, lebih peka, sensitif dan doyan bergosip.

Pengetahuan tentang itu, sedikit banyaknya membantu saya mengatasi gejolak perasaan ketika bekerja dengan teman-teman kantor yang mayoritas laki-laki. Selama bertahun-tahun kerja dengan mereka, secara tidak sadar mental saya ikut tertempa untuk tidak terlalu baper. Saya berusaha melogikakan sesuatu, bertindak seperti mereka. Bahkan jika rasanya ingin marah dan mengatakan secara prontal bahwa saya tersinggung, saya berusaha meyakinkan diri sendiri, kalau dia pasti lupa keesokan harinya.

Contohnya jika salah satu dari mereka berkata agak kasar, saya akan berkata pada diri sendiri,

Ah dia tidak bermaksud begitu, suaranya memang besar
Ah mungkin dia lagi bertengkar dengan istri ketika berangkat tadi
Ah saya memang melakukan kesalahan yang patut mendapatkan kemarahan
atau
Dia pasti sudah baru saja dimarahi bos.

Dan ternyata benar, besoknya teman yang membuat saya baper bertingkah seperti biasa, ceria, seperti tidak pernah terjadi apa-apa. Dia tidak sadar kalau sudah menyakiti hati saya kemarin.

Saya jadi belajar, tidak ada guna memelihara baper di tempat kerja, bagaimana pun teman-teman di tempat kerjalah yang menjadi saudara. Merekalah yang paling dekat, karena ketemu 5 kali seminggu. Kalau saya sakit, siapa yang paling tahu duluan, tentu saja bos saya (soalnya dia yg approve cuti hahaha), keluarga saya yang nun jauh di sana, bahkan tidak tahu kalau saya pernah sakit. Mereka tahu setelah ketemu berbulan-bulan kemudian.

“eh, kemarin saya masuk rumah sakit gara-gara begini…”
“Masa?”
“Iya”
“oow kalau sakit begitu baiknya minum obat herbal ini…bla..bla”

Nah kan sarannya pun telat, orangnya sudah sembuh.

Beda dengan teman kantor, yang remeh temeh saja mereka tahu, saya pucat sedikit….”Eh, kamu begadang ya?”
Bagusnya pula, laki-laki tidak sepeduli kita dengan penampilan. Contohnya kalau ditanya

“saya gemuk ya?”

Mereka akan menjawab “wajar, kamu kan sudah punya 2 anak”

Beda dengan perempuan, dia malah balik bertanya

“Naik berapa kg, saya segini, kamu berapa?”

Kalau ternyata timbangannya dia lebih ringan, tambah sedihlah kita :D

Bantuan teman-teman kadang membuat saya terharu. Waktu saya hampir melahirkan, teman kerja yang mengantar dengan mobilnya, padahal waktu itu masih subuh. Demikian pula waktu saya balik ke rumah, teman kantor yang menjemput (waktu itu mobil simbilikiti belum ada)

Hal yang sama berlaku kalau saya berbahagia, ketika mengadakan acara syukuran, saya mempertimbangkan memilih waktu yang semua teman kantor bisa hadir. Jadi yang menduduki kursi paling banyak adalah teman kerja.

Tapi tetap ya, urusan baper ini tidak bisa saya hindari kalau hormon sedang bergejolak. Kalau sedang datang bulan, jangan coba-coba. Jangankan disakiti hatinya, kesentil aja kamu bisa dibacok hahaha.

3 Jun 2016

Air Bah

Air-bah

“Apa itu?” telunjuk saya mengarah ke atas, menunjuk di kejauhan.

Pemandangan itu jarang terlihat, teman-teman serombongan yang terdiri saya, beberapa teman, suami dan kerabat tidak menyadarinya. Sayapun tidak akan melihatnya jika tidak kebetulan berjongkok memperbaiki tali sepatu yang lepas. Harus merunduk dan menengadahkan kepala untuk melihatnya, sebuah rongga berbentuk kubah, serupa gerbang masuk tak berpintu di puncak sebuah bangunan tinggi mirip menara. Tapi ini berbeda, bangunannya sangat besar dan menjulang. Lokasinya masih jauh pikirku, karena yang kami lihat hanya puncaknya saja.

“ayo kesana!” kata suami mengajak rombongan.

Perjalanan menuju ke tempat itu singkat saja, tidak sejauh yang kami duga. Pemandu yang mengantar enggan ikut masuk, dia hanya mewanti-wanti kami harus jaga sikap, bangunan itu merupakan tempat keramat yang disucikan bebeberapa orang. Pesan itu terpatri baik-baik di benak saya.

Anehnya tidak ada tangga di bangunan ini, kami hanya terus berjalan menanjak, menginjak lantai bersemen tanpa keramik, suram, bikin hati segan. Bangunan jauh dari nuangsa modern, lebih terasa angker, antik. Segala penjuru, dinding, lantai berwarna abu-abu kusam. Saat kami datang ibu-ibu berpakaian putih berjalan beriringan, menunduk taksim entah menuju kemana. Seorang penjaga berkumis tanpa baju memberi isyarat, mempersilahkan kami masuk. Seseorang dari rombongan berbisik “biasanya ditanya-tanya dulu baru boleh masuk”.

Kami semua berjalan dalam diam, memandang segala penjuru ruangan yang tertangkap mata. Kosong, tidak ada lemari, tidak ada kursi, tidak ada hiasan dinding. Luas dan dingin. Kami baru sampai puncak bangunan, ketika suara bergemuruh muncul dari arah belakang, saya menengok dengan dada berdesir dengan kencang. Pemandangan menakutkan, sangat menakutkan, air bah berwarna cokelat memenuhi daratan, hampir mencapai kami. Saya panik..”Anakku, ibu, bapak ada di bawah!!!”

Tidak ada daratan yang terlihat, tak ada atap rumah. Saya menyadari kami memang berada di puncak bangunan tertinggi di daerah ini. Rasanya ingin melolong dan menjerit, tapi suara tercekat ditenggorokan. Saya hanya bisa menatap satu persatu teman rombongan, dan lega masih ada beberapa keluarga tercinta di sana; suami, Kakak Nay, dan nenek.

Saya berlari ke bawah, ke bagian bangunan yang belum tergenang air, beberapa orang berusaha naik ke menara. Tiba-tiba mata saya menangkap sosok seorang anak kecil berbaju dan bercelana biru sendirian, berusaha menggapai tempat yang lebih tinggi. Dada berdegup penuh harap. Dia menoleh, melihatku.

“Adek Ayyannnnnn!!!” saya menghampirinya dengan air mata berurai. Adek mengenali saya, dia berlari kencang dengan kaki mungilnya. Saya langsung mendekapnya erat, memenuhi wajahnya dengan ciuman yang bercampur air mata.

“Pa..Adek selamat..Adek selamat” kami berpelukan berempat.

Satu persatu orang yang saya kenal berhasil mencapai menara.

“Mana Ibu?"

 Saya mencengkram bahu setiap orang yang selamat. Jawaban mereka hanya gelengan, sampai saya bertemu dengan Cut, sahabat karibku.

“Ibumu meninggal, bapakmu hilang” dia mulai bercerita dengan wajah kelelahan.

“si Anu meninggal tadi, padahal dia sedang hamil” sambungnya dengan isak tangis menyebut nama sahabat kami yang lain.

“Si Anu juga meninggal, Si Anu, Si Anu...” Dia terus menyebut nama-nama orang yang kami kenal, tetangga, imam masjid, om, tante, teman pengajian.

Saya sudah kehilangan rasa. Sudah tidak bisa mendefinisikannya, begitu banyak kematian, kerusakan. Kami yang hidup mulai berkumpul di puncak menara, duduk, saling memandang dengan sendu. Hening. Tak ada tangisan, tak ada isakan, tak ada suara. Hanya suara air bah yang bergemuruh.

Tiba-tiba alarm hp yang disetel pukul 5 berdering kencang, diselingi suara bocah yang bangun karena tidurnya terganggu.

“Mama..mama matikan Hp”

Saya baringkan Adek kembali, mengusap lembut pipinya. Ah..syukurlah ini hanya mimpi.

Parepare, 02 06 2016