20 Apr 2011

Iseng sebelum tidur

 
 
I want to read my poem to you Papa, Please support me ..May I borrow your shoulder? Hikksss… (Sad mode on )



Ohhh no…. I’m really nervous! But I’ll Try…fighting!!


# Papa #
By Naylah Mahmudah Idris

When I was born, the first thing that I heard was your voice
Your adzan was caught by my ears in steady motion
Introducing me with my God
And hoping I will always have worship to My God
Papa…..
When my mother was still weak after bearing me
You rocked me in your arms
Put off my diapers with no disgust at all

 
Papa…
You looked like the happiest man
Welcome me with full smile
You always take me care when my mother gets tired
At this time, I can stand and walk by my self
Because Papa never felt bored train me every day,
Thank you for being my Papa

 
 
What do you think about my poem Papa?


That was awesome …Good girl!!

11 Apr 2011

Tangga Bidadari

Dulu, waktu umurku belum masuk hitungan belasan, waktu masih sering main tanpa takut hitam, aku masih sering melihat pelangi. Walaupun tidak setiap hari atau setiap hujan, tapi pelangi bukan pemandangan langka. Warnanya indah dan mengagumkan, Pelangi datang pasti dengan suasan gerimis atau sedang mendung.

Sering kudengar cerita dari teman-teman sebaya, pelangi itu tangga, jalan turunnya para bidadari dari langit ke bumi untuk mandi-mandi dibumi. Segera kubayangkan bidadari tersebut pasti lagi senang, karena mau repot-repot turun ke bumi hanya untuk mandi J

Dalam khayalanku, para bidadari yang sering kubaca dibuku cerita benar-benar meniti  pelangi dengan warna selendang sama dengan 7 warna pelangi.

Khayalanku tentang tangga bidadari ini hilang seiring dengan hilangnya pelangi. Sudah lama sekali aku tidak pernah melihat pelangi, aku lupa kapan terakhir melihat pelangi…mungkin sudah belasan tahun. Aku tidak mengada-ada, mungkin pelangi masih pernah muncul, tapi saat aku sedang tidak memandang langit. Aku memang sudah tidak pernah melihat pelangi lagi, sampai harus googling untuk mengetahui apa saja warna pelangi.

Kadang-kadang, dibeberapa kesempatan, jika hujan gerimis, ketika benar-benar rindu melihat pelangi, aku mencoba menengok keluar..tapi warna-warna itu sudah tidak ada. Mungkin sudah tertutup polusi atau entah apa, atau mungkin bumi memang sudah tua, pelangi hilang seperti hilangnya rona merah muda diwajah perempuan tua.

5 Apr 2011

Anugrah kesekian

Setiap jam istirahat, aku dijemput Papa makan siang dirumah, sambil tengokin Naylah lagi ngapain. Iya, setiap hari kusempatkan pulang ke rumah saat istirahat siang, supaya anakku tidak lupa kalau dia punya emak hehehe.

Nah ada kejadian yang cukup membuatku geli sendiri jika mengingat kejadian istirahat siang kemarin. Saat kami bertiga( Saya, papa dan Naylah) main di kamar, …entah kenapa tiba-tiba papa bilang “ anugrah yang kumiliki” sambil nunjuk ke Naylah. Trus iseng aku bertanya “saya anugrah keberapa?” trus papa jawab sambil senyum-senyum “Mama anugrah pertama..Naylah anugrah kedua”. Kami ngakak bersama setelah Papa bilang “ wah hampir salah ngomong”. Kebayang ndak kalau saya dibilang mama anugrah kedua, jadi kalau Naylah punya adik, mamanya jadi anugrah ke 3 dan bisa-bisa jadi anugrah ke5 hahahaha

To Naylah Mahmudah Idris

Melahirkan dan membesarkanmu, membuatku bisa memastikan bahwa cinta almarhumah nenekmu pasti begitu besar padaku.

Kuberikan yang terbaik semampuku
Karena begitulah seorang Ibu
Bukan karena paksaan apalagi tekanan

Tentulah cinta nenekmu besar padaku…sebesar cintaku padamu
Adakah harapannya sudah sesuai dengan harapannya pada saat menimangku dulu.
Tentu beliau berharap sebanyak aku berharap padamu

Aku berharap begitu banyak padamu nak…sangat banyak
Sampai aku malu berdoa kepada Tuhan
Aku mengharapkan anakku menjadi anak yang solehah sementara aku belum mencapai tingkatan itu
Aku mengharapkan engkau berbakti pada ayah ibumu
Aku mengharapkan engkau rajin menuntut ilmu
Aku mengharapkan engkau peduli pada sesama
Aku mengharapkan engkau mau merelakan sedikit waktumu setiap hari membacakanku AlFatihah jika Tuhan memanggilku kelak

Anakku…aku mencintaimu walau apapun dirimu kelak