23 Feb 2015

Review: Hasrat untuk Berubah (The Willingness to Change)




Sepertinya judul buku Hasrat untuk Berubah (The Willingness to Change) diambil dari judul puisi yang terukir pada sebuah makam di Westminster Abbey, Inggris. 1100 M.


The Willingness to Change

When I was Young and free,
And my imagination has no limits,
I dreamed of changing the world,
As I grew older and wiser,
I discovered the world would not change,
So I shortened my sights somewhat
And decided to change only my country
But it too seemed immovable
As I grew into twilight years
In one last desperate attempt
I settled for changing only my family
Those closest to me, but alas
They would have none of it
And now as I lay on my deathbed
I suddenly realize
If I had only change myself first
Then by example I might have changed my family,
From their inspiration and encouragement,
I would then have been able to better my country,
And who knows, I may have even change the world
.
***
Indah sekali

Buku ini ditulis Bridjen TNI (Purn) Soemarno Soedarsono, salah seorang pendiri Yayasan Jati DIri Bangsa (YJDB). Kebiasaan saya setiap selesai membaca buku, saya akan mencari profil penulis bukunya. Anehnya untuk orang sebesar Soemarno Soedarsono namanya tidak muncul di wikipedia.

Cukup mencengangkan, buku ini ditulis dengan memberikan contoh dan tauladan dari kesalahan-kesalahan penulis dimasa lalu. Ada berapa banyak orang di dunia ini dengan pangkat Bridgen, mau mengakui dirinya telah melakukan kesalahan-kesalahan dimasa lalu, pengalaman-pengalaman hidup ditampilkan apa adanya, tak terkecuali pegalaman hidup yang menurut pengakuan penulis “seharusnya tidak diungkit-ungkit lagi”. Tapi Soemarno Soedarsono mau melakukannya sebagai "bahan pelajaran" buat kita.

Secara ringkas inti ajaran dari buku ini diilhami oleh tulisan Anthony De Mello dalam bukunya Awareness, tentang empat langkah untuk memiliki sikap arif dan bijaksana:

Langkah pertama

Kenali perasaaan negative yang ada pada kita dan tidak kita ketahui. Banyak orang memiliki perasaan negative yang tidak diketahuinya. Salah satu contohnya adalah kemurungan, muram, benci diri sendiri, merasa hidup tanpa tujuan, tidak berarti, sakit hati, gugup, tegang. Kenalli terlebih dahulu perasaan—perasaan tersebut.

Langkah kedua

Ini poin yang paling saya suka.

Pahamilah bahwa perasaan negative itu ada di dalam diri kita sendiri, jadi berhentilah mencoba mengubah orang lain. Kita telah menyita seluruh waktu dan tenaga untuk mengubah keadaan luar seseorang. Mencoba mengubah pasangan kita, bos kita, teman kita, musuh kita, dan siapa saja yang tidak kita setujui tindakan dan perbuatannya. Kita tidak perlu mengubah apapun. Perasaan negative ada dalam diri kita. Tidak seorang pun di dunia ini yang memiliki kekuatan untuk membuat kita tidak bahagia. Tidak ada kejadian di dunia ini yang memiliki kekuatan mengganggu atau menyakiti kita-tidak satu pun kejadian, kondisi, situasi, atau orang.

Langkah ketiga

Jangan pernah menyamakan diri Anda dengan perasaan tersebut. Maksudnya, jika kita menghadapi tekanan, katakan ada tekanan; jika kita mengalami kemurungan, katakan ada kemurungan. Namun, jangan pernah mengatakan “saya tertekan” atau “saya murung”. Itu adalah ilusi dari kesalahan kita. Ada tekanan, sakit hati, tetapi biarkan, lupakan. Itu akan berlalu. Segalanya akan berlalu. Tekanan dan ketegangan kita tidak ada kaitannya dengan kebahagian.

Langkah keempat

Bagaimana kita mengubah sesuatu? Bagaimana kita mengubah diri kita sendiri? Seorang yang terlena selalu berpikir bahwa ia merasa jauh lebih baik bilamana orang lain pun berubah. Kita menderita karena kita terlena, kita berpikir, “Alangkah indahnya hidup ini bilamana ada seorang yang mau berubah, alangkah indahnya hidup ini bilamana tetangga saya berubah, istri saya berubah, bos saya berubah.” Kita selalu menginginkan seorang berubah sehingga kita akan merasa senang. Akan tetapi, pernahkah terlintas dalam pikiran bahwa kalau pun para istri atau suami kita berubah, apa manfaatnya untuk kita? Kita tetap dalam posisi rawan seperti sebelumnya, kita tetap bodoh seperti sebelumnya, kita tetap terlena seperti sebelumnya. Kitalah yang harus berubah.

Inti dari renungan Anthony de Mello ini adalah bahwa proses mewujudkan perubahan harus dimulai dengan mengubah diri sendiri dan tampil untuk menjadi suri teladan. Namun, ajakan ini hanya dapat dijalankan dengan baik bila kita telah memiliki kedewasaan sebagai manusia, bukan kedewasaan yang ditandai oleh usia, pangkat atau harta yang dimiliki, melainkan yang ditandai oleh perkembangan kepribadian, yang menyangkut aspek-aspek intelektual, emosional, social, moral, dan spiritual (Hasrat untuk Berubah, hal 114-117)

Buku ini diterbitkan 2005, penulis meninggal dunia pada tgl 18 November 2012, dengan buku yang mencerahkan ini semoga menjadi amal jariyah yang tak putus-putus untuknya.

2 komentar:

  1. Betul Mbak. Perubahan memang harus dimulai dari diri sendiri. Bagus banget Mbak review-nya. Bisa dipraktekkan ini :D. Tfs ya Mbak :)

    BalasHapus
  2. sama-sama Mba, semoga kita semua memiliki hasrat berubah menjadi pribadi yg lebih baik. Semangat ^_^

    BalasHapus

Ada palekko ada kanse
Disantap dengan sambal cobek tumis
Leave any comment please
Yang penting tidak bikin penulis meringis