Pages

20 Feb 2017

Akhirnya Berbaikan

 
Menjelang tidur..
 
“Kakak senang hari ini?”
 
“Senang sekali”
 
“Hah!”
 
Tumben, biasanya cuma dua jawaban yang muncul dari si moody-ku, yaitu SENANG SEDIKIT atau TIDAK.
 
Usut punya usut, Dian gadis cilik yang paling lincah di kelasnya sudah berdamai dengan si kakak.
 
“Tadi tanganku dengan tangan Dian begini” Naylah menautkan dua jari kelingkingnya.
 
“Kalau begini artinya baikan Ma, kalau ibu jari yang begini artinya baku *bombe”
 
Saya manggut-manggut, isyarat ini sudah berlaku sejak zaman saya masih kanak-kanak, rupanya tetap awet dipakai sampai sekarang.
 
“Alhamdulillah”
 
Kakak Naylah tersenyum lebar, jelas sebagian besar kegalauannya telah terselesaikan.
 
Sebagai anak jago kandang, lincah di rumah, kalem di luar. Naylah menjadi anak yang rawan bully. Beberapa kali dia melapor kalau Dian meledeknya.
 
“Dian bilang saya sombong, Ma” rajuknya suatu hari.
 
“Kenapa?”
 
“Tidak tahu, saya cuma sedang menghapal”
 
“Mungkin suara Kakak terlalu besar”
 
“Tidak, saya hapal Al Quran pelan-pelan, dia bilang sombong” sungutnya
 
Oke baiklah. Saya menyarankan Kakak berani mengatakan “Tidak, saya tidak sombong!” lalu menyuruhnya menjauh.
 
Keesokan harinya Kakak cerita lagi kalau Dian masih mengatainya sombong, padahal dia sudah ikut kata mama untuk bilang tidak.
 
Saya mulai galau, anak saya yang satu ini memang agak susah menyampaikan keinginannya. Jangankan kepada orang lain, kepada saya saja ibunya sulit untuk blak-blakan. Jadi, membayangkan dia dibenci teman yang paling berpengaruh di kelas lumayan membuat saya khawatir. Tahu sendiri kan, anak-anak yang dominan biasanya mudah diikuti oleh teman-temannya, kan kasian kakak kalau sampai dikucilkan. Sempat beberapakali kepikiran akan menemui guru kelasnya, urung karena Pap Nay melarang.
 
Sejak saat itu, saya bukannya menanyakan bagaimana pelajarannya setiap Kakak pulang sekolah, tapi bertanya apakah dia senang hari ini. Saya juga pelan-pelan mengajarinya cara happy di sekolah.
 
 “Kakak kalau mau happy di sekolah ingat lima ini” kataku sambil mengangkat jari tangan.
 
“Satu tersenyum, dua mau berbagi, tiga menolong, empat tidak mengejek, dan lima selalu mengajak”
 
Biasanya dia akan menimpali itu bukan cara untuk senang, tapi cara berteman :D
 
Saking seringnya saya ulang kalimat tersebut setiap pagi, lima poin itu dia hapal luar kepala.
 
Alhamdulillah, setelah beberapa hari berlalu laporan Kakak mulai positif. Awalnya dia bilang begini “Dian masih bombe” Besoknya… “Dian sudah tidak bombe tapi tidak mau berteman sama saya" Besoknya lagi masih begitu, sampai akhirnya ternyata mereka sudah berbaikan.
 
Dari pengalaman ini saya jadi sadar, tidak perlu terburu-buru campur tangan sampai melibatkan gurunya, anak saya yang harus membiasakan diri menghadapi masalah. Hidup ini masih panjang dan pasti penuh dengan problema. Biarlah dia tumbuh, belajar dari kepahitan dan kesulitan. Jika orang tua selalu datang sebagai dewa penolong, siap siaga setiap anaknya terbentur persoalan, bukankah kita sedang mendidik anak menjadi pribadi yang bermental lembek?
 
Wallahuallam
 
*Bombe : istilah yang dipakai anak-anak ketika tidak mau berbicara dengan temannya

17 komentar:

  1. Selama anak masih bs selesaikan srndiri masalahnya sebaiknya dibiarkan dulu ya mbak. Sambil terus kita pantau tentunya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benar mba, harus dipantau terus :)

      Hapus
  2. Keren banget tipsnya. Hanya saja sebagai ibu butuh sabar yang banyaak ya, biar nggak terlalu cepat turun tangan. Padahal anak-anak bisa dan mampu lho menyelesaikan masalah mereka sendiri ;)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bawaan ibu kan memang melindungi ya mba, ini sih reminder juga buat diriku

      Hapus
  3. Mudah2an papa mam nya nay ndk prnah "baku bombe" juga hehehe

    BalasHapus
  4. Saya juga dulu sering baku bombe. Hehehe...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yg penting sekarang tidakmi :D

      Hapus
    2. Tidak ji, tapi ya begitu mi. Hahaha

      Hapus
  5. niru yg lima itu mbak...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mantra ku sebelum kakak me sekolah :D

      Hapus
  6. Wah ternyata lebih baik seperti itu ya, anak-anak bisa lebih mandiri menyelesaikan masalahnya sehingga orang tua tidak akan ikut turun tangan langsung buat masalah semakin panjang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sy juga baru sadar mba, hampir sj buru2 ikut campur

      Hapus
  7. Sering banget nih d rumah!Ah jg kyk gitu,, tapi ,, sbmtat berantem ribut mulut maksudnya semenit kemudian dh ketawa2 lg, plng sy cuma ngomong Ade,,, Abang,,, mrk dh ngerti spy naikkan😍😍

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kl di rumah sih always mba, detik ini berantem, menit selanjutnya ngikik bareng xixixi

      Hapus
  8. Bombe itu bahasa daerah ya mba. Atau bahasa nasional. Aku baru dengar soalnya hehe

    BalasHapus

Ada palekko ada kanse
Disantap dengan sambal cobek tumis
Leave any comment please
Yang penting tidak bikin penulis meringis