20 Mar 2016

Tentang Berat Badan

Tentang-berat-badan
Tentang Berat Badan. Satu hal yang saya syukuri dari suami selain tanggung jawab dan tangan serba bisanya adalah dia tidak pernah bilang saya gendut. Entah itu kalimat candaan atau serius. Ataukah saya memang serius menanyakan langsung atau sekedar celetukan dia. Dia belum pernah mengatai saya gendut (semoga tidak pernah)

Sudah tak terhitung dalam beberapa kesempatan saya pernah bertanya pada dia " Pa, saya gendutkah?"

Pap Nay akan diam dengan wajah salah tingkah, dan akhirnya bilang tidak. Jika sikapnya sudah demikian maka disimpulkan saya pasti sedang gemuk. Kalau dia menjawab cepat dan tanpa ragu- ragu berkata tidak, itu artinya badannya saya sedang stabil.

Suami saya tipe orang yang suka berolah raga. Dia suka meluangkan waktu berlari memutari lapangan atau bersepeda setiap hari. Dan dia melakukannya bukan karena terpaksa, tapi memang hobi. Tidak seperti saya, yang baru membayangkan keliling lapangan saja sudah merasa capek. Apalagi jika matahari menjelang terik, berlari di bawah sengatan panas matahari adalah hal yang paling tidak ingin saya lakukan. Saya lebih menyenangi berleha-leha membaca daripada olah raga. Beberapa waktu lalu sebenarnya saya juga pernah rajin jogging, tapi hanya bertahan 1-2 bulan, alasannya ya karena itu tadi, bukan hobi. Ketika semangat turun, apalagi kalau jarang dimotivasi keinginan untuk olah raga menjadi lenyap dengan sendirinya. Biasanya semangat tercolek lagi ketika salah seorang kerabat sakit atau meninggal dunia karena tidak hidup sehat.
Dulu, awal-awal hidup berumah tangga dengan hubby, saya sampai tercengang-cengang melihat dia berolahraga setiap saat. Waktu-waktu luang yang biasanya orang lain nikmati dengan duduk santai menonton TV akan diisinya dengan mengangkat barbel sambil nonton. Barbel dia buat dari cetakan semen dengan berbagai berat dan ukuran. Dia angkat berluang-ulang tanpa bosan. Jika tidak sedang angkat barbel, dia terbiasa sit up atau push up. Sekarang, kegiatan pengisi waktu luang yang menurut saya ajaib itu masih sering dia lakukan, tapi tidak sesering dulu.

Soal makanan, sebenarnya Pap Nay tipe orang pemakan segala, tapi dibandingkan saya, dia yang lebih memperhatikan kandungan gizi makanan yang masuk di mulutnya. Contohnya begini, ketika makan telur dia lebih menyukai putih telur, sementara menurut saya bagian kuningnya yang paling enak. Dia menyukai dada ayam, sedangkan saya lebih suka paha ayam, dagingnya terasa lebih lembut.

Pap Nay juga seorang penggemar ikan, tapi harus ikan laut. Dia sangat jijik dengan ikan air tawar; baunya amis, rasanya tawar. Mungkin karena dia lahir dan besar di pulau, jadi terbiasa dengan ikan air laut. Apalagi bapak mertua saya seorang nelayan, setiap hari mereka bisa makan ikan gratis nan segar. Sementara saya yang berasal dari daerah pegunungan sangat jauh dari ikan, jadi tidak terlalu terbiasa makan ikan laut, malah masa kecil saya dianugerahi penyakit alergi. Alergi akan kambuh setiap menyantap makanan yang berasal dari laut. Penyakit alergi itu baru sembuh ketika remaja. Oh ya yang melimpah di kampung saya hanya asam dan gula merah, ikan laut ada juga dijual di pasar tapi hasil impor dari kabupaten tetangga, sudah tidak segar ketika sampai di tangan pembeli. Bahkan karena sulitnya ikan, sebuah mitos sering saya dengar adalah “jangan terlalu banyak makan ikan, nanti cacingan”. Di kemudian hari, setelah tahu manfaatnya ikan, saya rasa ancaman itu sungguh kejam.

Dulu, Pap Nay tidak menyukai bakso, mie, dan jajanan lain sejenis. Di kepala dia makan itu ya nasi + ikan atau ayam. Nanti setelah bergaul dengan saya barulah dia terkontaminasi menyukai jajanan. Untunglah kebiasaan positif dia ada juga mempengaruhi saya, dari yang awalnya tidak begitu suka ikan menjadi pecinta ikan. Tiada hari hidangan di meja makan kami tanpa lauk ikan. Alhamdulillah anak-anak pun jadi penggemar ikan.

Jadi dengan segala perbedaan kebiasaan dan hobi kami, bisa disimpulkan seandainya diumpamakan kami ini seekor ayam, Pap Nay adalah ayam jantan kampung berdaging alot, sedangkan saya adalah ayam broiler karbitan yang berdaging lembek. Bisa ditebak, siapa yang jarang sakit, ya Pap Nay. Saya? Bos sampai bosan menyetujui cuti sakit saya :D
Mungkin itu sebabnya kalau saya tanya tentang berat badan yang sudah mulai mengganggu. Pap Nay akan menjawab dengan sayang "ndak apa apa, yang penting sehat”
Duh baiknya!

Walaupun demikian. Bersuamikan dia yang langsing dan atletis itu berat Bu, beban psikologinya sungguh tidak ringan. Apa kata dunia kalau jalan bersama dikira angka 10. Dia nomer satu saya nolnya. Makanya walaupun dia terlihat santai saja, sebisa mungkin saya harus tetap menjaga kewarasan kalau sedang makan, maklum jika sedang kelaparan terus ketemu makanan enak sering kalap. Saya berusaha untuk tidak terlalu gembul. Walaupun sebenarnya itu masih taraf usaha yang sering saya lupa. Namanya juga manusia ya, tempatnya khilaf dan salah :p

Faktanya, gemuk itu dari makanan. Semakin banyak makanan masuk ke mulut semakin banyak yang menjadi daging dan lemak. Makanya agak aneh kalau ada yang menyalahkan obat KB sebagai penyebab kegemukannya, menurut saya walaupun disuntik segalon obat KB kalau makannya sedikit ya tetap saja kurus. Tapi kalau makan banyak ya gemuk juga.

Ok benar, saya suka makan, senang menyantap yang enak-enak. Tapi itulah mengapa lidah menempel di mulut kan? dia mengecap dan merasa. Coba bayangkan jika otak yang berada di mulut, bisa-bisa tidak ada penjual bakso atau coto di dunia ini, KFC dan Pizza Hut akan gulung tikar. Yang berjaya tentu saja penjual buah, sayur, ikan dan makanan sehat lainnya.

*edisi nelangsa lihat angka lima puluhan tujuh satuan 

13 komentar:

  1. tos kita sama mbak berat badannya, aku dlu sempet diet mbk, cm diet gk sehat sih, berhasil kurus memang, tp ya gitu jatohnya eikeh malah gampang sakit...
    ah iya mbk, sepertinya memang karena lidah nempel di mulut deh timbangan qt segitu2 ajah, hahayy

    BalasHapus
  2. aduh jangan diet yg gak sehat mba, mending ndut daripada sakit hehehe

    BalasHapus
  3. kalau suami saya suka ngeledek saya gendut. Tapi sebetulnya itu becanda banget. Karena suami saya juga setelah menikah semakin gendut. Jadi, kami slaing menertawakan sebetulnya. Apalagi dulu kami berdua pada langsing hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. KL suami gendut sih gpp mak, kl jalan bareng masih seimbang :D

      Hapus
  4. kalo saya justru sering diledek karena kurus :(
    memang bercanda sih, tapi karena punya pengalaman pernah dibully karena badan kurus saya tetap tersinggung dengan candaan itu..

    oh iya, saya justru senang kalo dibilang gemuk loh Mbak, karena dengan tinggi badan 157 cm berat saya hanya 48kg :( menurut orang-orang harusnya berat ideal saya itu 50kg..

    BalasHapus
    Balasan
    1. saya liat foto2 mba ira ideal kok, ndak kurus :-)

      Hapus
  5. aku keknya makan banyak kok gak gendut2 ini mba... :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. daritadi yg komen ternyata banyakan emak2 langsing ya xixixi, ternyata saya ndut sendiri hehehe

      Hapus
  6. pake slimming capsule aja mbak aman tidak ada efek samping negatif maupun efek ketergantungan lainya bisa langsung hubungi ke no 081320494019

    BalasHapus
  7. Waaah benar, beban psikologis itu (bukan beban moral doong, hehehe).
    Nanti orang bisa banding2kan kita' dengan Pap Nay.

    Oya, postinganku yang terbaru kayaknya cocok utk kita' dan Pap Nay. Ada hubungannya dengan ini :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. haha sudahmi saya ganti, siap meluncur

      Hapus
  8. Aku susah gemuk Maak. Makan bnyk tetep aja.
    Dan soal pertanyaan ttg BB, sebenarnya yg jadi 'korban' bukan cuma suam kok. Sy punya temen yg skrg jarang ketemu karena udah sama2 resign dr kerjaan dlu. Tiap ketemu pasti nanya, 'aku gemukan ga?'. Sampe bosen jawabnya hahaha! Dia jg cerita kalo suaminya dtanya cm jwb 'nggak' sambil nadanya ogah2an hahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahaha ternyata dirimu korban pertanyaan juga mak Vhoy

      Hapus

Ada palekko ada kanse
Disantap dengan sambal cobek tumis
Leave any comment please
Yang penting tidak bikin penulis meringis